Penghapusan kredit(credit) yang dilakukan oleh bank dapat
dibedakan menjadi dua:
1. Penghapusbukuan secara administratif yang tidak
menghilangkan hak tagih. Kredit(credit) yang dihapusbukukan tetap dicatat
secara ekstra komtabel. Debitur tidak diberi tahu karena status debitur sebagai
peminjam masih belum dihapuskan.
2. Penghapusbukuan yang dianggap rugi dan tidak ditagih
lagi. Dalam hal ini bank benar-benar menanggung rugi dan jumlah kredit(credit)
yang akan dihapus benar-benar akan dihapus dati neraca (baik on balance sheet
maupun off balance sheet).
Hal ini terutama bagi debitur-debitur yang telah dinyatakan
pailit. Penghapusan kredit (write-off) hanya diperbolehkan untuk portofolio
kredit yang tergolong kredit macet(bad credit) Penghapusan kredit terdiri atas
dua cara dan dua tahap yaitu:
a. Hapus buku atau penghapusan secara bersyarat atau
conditional write-off dan,
b. Hapus tagih atau penghapusan secara mutlak atau absolute
write-off.
Pada tahap pertama, bank akan melakukan hapus buku dengan
cara mengeluarkan semua portofolio kredit macet dari pembukuan bank, namun bank
tetap akan melakukan upaya penagihan kepada debitur. Jika program hapus buku
tetap tidak berhasil mengembalikan uang kredit, maka bank dapat membuat program
hapus tagih sehingga bank tidak perlu melakukan upaya penagihan kepada debitur.
Selanjutnya jika program hapus tagih ternyata tetap tidak berhasil
mengembalikan uang kredit yang ditargetkan, maka bank dapat melakukan
penyelesaian kredit(credit) melalui jalur litigasi (pengadilan) maupun jalur
nonlitigasi (di luar pengadilan).
Program hapus buku dan hapus tagih terhadap kredit macet
harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar
tidak menimbulkan konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang yang dapat
merugikan bank dan nasabah debitur. Program hapus buku dan hapus tagih terhadap
kredit macet(bad credit) yang ada di bank umum, baik di bank swasta maupun bank
BUMN, secara umum diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI), khususnya dalam
Bab VII, Pasal 69 hingga Pasal 71 dan PBI 7/2005 tentang penilaian kualitas
aktiva bank umum. Di samping itu, program hapus buku dan hapus tagih sesuai
amanat Pasal 8 Ayat (2) UU Perbankan (UU 10/1998) juga harus diatur dalam
pedoman perkreditan yang harus ada di masing-masing bank. Program hapus buku
dan hapus tagih juga harus terlebih dahulu disetujui oleh Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di dalam sebuah Perseroan
Terbatas sebagaimana diatur dalam UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas.
Pelaksanaan hapus buku dan hapus tagih harus selalu didasari oleh hasil keputusan
RUPS sesuai mekanisme korporasi. Direksi bank pada awalnya mengajukan usulan
sejumlah portofolio kredit macet yang akan dihapus buku dan atau dihapus tagih
kepada RUPS untuk dimintakan persetujuan. Mekanisme RUPS diatur dalam UU
40/2007 tentang Perseroan Terbatas Bab VI Pasal 75 hingga Pasal 91. Pemegang
saham mayoritas sangat menentukan hasil keputusan RUPS. Khusus bagi bank BUMN,
hasil keputusan RUPS sangat dipenganihi oleh kebijakan Pemerintah selaku
pemegang saham mayoritas di bank BUMN.
0 komentar:
Posting Komentar