Menuju Remunerasi Guru Yang Berkeadilan
Dalam acara peringatan Hari Guru Nasional 2001 yang
berlangsung di Istana Negara Jakarta tanggal 26 November 2001, Presiden RI
mengungkapkan perhatiannya terhadap peranan, fungsi, dan kesejahteraan guru.
Salah satu butir yang sangat menarik dari pidato beliau adalah hal yang
berkenaan tentang sistem penggajian khusus bagi guru sebagai wujud pengakuan
martabat dan perbaikan kesejahteraan guru.
Dalam kesempatan itu melalui pidatonya, Presiden
sekaligus menginstruksikan kepada menteri terkait yaitu antara lain Menteri
Pendidikan Nasional, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional untuk melakukan pengkajian lebih
lanjut.
Bagi guru tentunya hal itu merupakan hembusan angin
surga, bagai embun penyejuk dalam kehausan, bagai pelita dalam kegelapan dengan
harapan akan memberikan kondisi kehidupan yang lebih baik dan lebih layak.
Terhadap hal itu, pada awal Desember 2001 Menpan telah
mengambil inisiatif melaksanakan satu lokakarya dengan melibatkan pihak-pihak
terkait, seperti Depdiknas, Depag, Dep. Keuangan, Bapenas, BKN, dan PGRI.
Lokakarya membahas mengenai teori dan model remunerasi PNS dan khususnya
mengenai sistem dan model remunerasi guru yang dipandang memiliki nilai
kewajaran dan keadilan.
Meskipun perwujudan sistem remunerasi khusus bagi guru
masih berupa wacana dan program jangka panjang, hal itu dapat dikatakan sebagai
tanda-tanda zaman akan adanya pengakuan dan perhatian khusus terhadap guru.
Tentunya dalam jangka pendek perlu ada tindakan nyata yang sifatnya memperbaiki
kondisi kesejahteraan guru.
Remunerasi mempunyai pengertian berupa “sesuatu” yang
diterima pegawai sebagai imbalan dari kontribusi yang telah diberikannya kepada
organisasi tempat bekerja. Remunerasi mempunyai makna lebih luas daripada gaji,
karena mencakup semua bentuk imbalan, baik yang berbentuk uang maupun barang,
diberikan secara langsung maupun tidak langsung, dan yang bersifat rutin maupun
tidak rutin. Imbalan langsung terdiri dari gaji/upah, tunjangan jabatan,
tunjangan khusus, bonus yang dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan prestasi
kerja dan kinerja organisasi, intensif sebagai penghargaan prestasi, dan
berbagai jenis bantuan yang diberikan secara rutin. Imbalan tidak langsung terdiri
dari fasilitas, kesehatan, dana pensiun, gaji selama cuti, santunan musibah,
dan sebagainya.
Remunerasi pada dasarnya merupakan alat untuk mewujudkan
visi dan misi organisasi dengan tujuan untuk menarik pegawai yang cakap dan
berpengalaman, mempertahankan pegawai yang berkualitas, memotivasi pegawai
untuk bekerja dengan efektif, memotivasi terbentuknya perilaku yang positif,
dan menjadi alat untuk mengendalikan pengeluaran.
Prinsip dasar sistem remunerasi yang efektif mencakup
prinsip individual equity atau keadilan individual, dalam arti apa yang
diterima oleh pegawai hams setara dengan apa yang diberikan oleh pegawai
terhadap organisasi, internal equity atau keadilan internal dalam arti adanya
keadilan antara bobot pekerjaan dan imbalan yang diterima, dan external equity
atau keadilan eksternal dalam arti keadilan imbalan yang diterima pegawai dalam
organisasinya dibandingkan dengan organisasi lain yang memiliki kesetaraan.
Dengan memperhatikan prinsip-prinsip tersebut, remunerasi
yang diperoleh guru dewasa ini dirasakan masih jauh dari sekadar adil, baik
secara individual maupun internal dan eksternal.
Oleh karena itu, sangatiah tepat (meskipun terlambat)
kalau pemerintah saat ini mulai memikirkan, mengkaji, dan merealisasikan satu
sistem remunerasi yang dipandang berkeadilan dilihat dari fungsi dan peran guru
dalam dunia pendidikan. Dalam dimensi operasional terutama pada jalur sekolah,
guru merupakan salah satu unsur pendidikan dalam tingkatan instruksional dan
eksperiensial.
Guru berada di front terdepan pendidikan yang berhadapan
secara langsung dengan peserta didik melalui proses interaksi instruksional
sebagai wahana proses pembelajaran siswa dalam nuansa pendidikan. Dalam proses
itu terjadi suatu eksperiensial, yaitu diperolehnya pengalaman belajar siswa
untuk memperoleh perubahan perilaku ke arah yang lebih baik sesuai dengan
tujuan pendidikan. Dengan demikian. dapat dikatakan bahwa penentu kualitas
proses dan basil pendidikan terletak pada kinerja “perilaku mengajar” para
guru. “Peri laku mengajar” guru yang diwujudkan dalam “interaksi pengajaran”
menimbulkan “perilaku belajar” siswa, yang pada gilirannya akan rnenghasilkan
“hasil belajar” para siswa. Dalam konteks ini terjadi keterkaitan timbal batik
antara “perilaku mengajar”, “interaksi pengajaran”, “perilaku belajar”, dan
“hasil belajar”. Mutu hasil belajar sebagai indikator mutu pendidikan
ditentukan oleh kualitas perilaku belajar siswa yang terwujud melalui proses
interaksi pengajaran yang dikreasikan oleh “perilaku mengajar” guru.
Dalam demikian, dapat dikatakan bahwa keefektifan
pendidikan diawali dengan kualitas “perilaku mengajar” dan guru. Kualitas
perilaku guru dalam mengajar d.tentukan dan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik internal maupun eksternal, seperti tingkat pendidikan, penguasaan subjek,
pengalaman, kualitas kepribadian, dan kualitas kehidupan masyarakat. Hal yang
paling menyulitkan guru adalah menjaga keseimbangan antara tuntutan untuk
berbuat normatif ideal dan suasana kehidupan masa kini yang ditandai dengan
pola-pola kehidupan yang materialistis, individualistis, kompetitif, konsumtif,
dan sebagainya. Faktor mendasar yang terkait erat dengan kinerja profesional
guru adalah “kepuasan kerja” yang berkaitan erat dengan “kesejahteraan” guru.
Kepuasan ini dilatarbelakangi oleh faktor-faktor: imbalan jasa, rasa aman,
hubungan antarpribadi, kondisi lingkungan kerja, dan kesempatan untuk
pengembangan dan peningkatan diri. Tampaknya kelima faktor itu belum dapat
terwujud sepenuhnya dalam lingkungan kehidupan guru masa kini.
Salah satu unsur yang ikut mempengaruhi kinerja guru
adalah “imbalan jasa” yang berupa gaji dan tunjangan lainnya yang diterima
guru. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah gaji guru mempunyai keterkaitan
dengan mutu pendidikan? Secara asumtif dapat dikatakan bahwa secara tidak
langsung terdapat keterkaitan antara gaji guru dan mutu pendidikan, dalam arti
bahwa tinggi rendahnya gaji guru dapat mempengaruhi mutu pendidikan. Beberapa
studi yang telah dilakukan menunjukkan kecenderungan hal itu.
Namun, perlu dicatat pula bahwa imbal jasa yang berupa
gaji tidak secara serta merta berpengaruh pada mutu pendidikan. Imbal jasa yang
diperoleh akan mempengaruhi dinamika perilaku dan kehidupan guru dalam
melaksanakan tugas-tugasnya. Hal ini sejalan dengan berbagai temuan penelitian
yang menyatakan bahwa terdapat keterkaitan yang kuat antara kualitas guru
beserta kesejahteraannya dan mutu hasil pendidikan yang dinyatakan dengan
prestasi belajar siswa. Temuan-temuan analisis kualitatif dan kuantitatif
menyarankan bahwa kebijakan investasi dalam bentuk peningkatan kualitas
profesional dan kesejahteraan guru memiliki keterkaitan yang kuat dengan
peningkatan kinerja pembelajaran siswa.
Analisis ini menyarankan bahwa kebijakan yang diterapkan
oleh negara berkenaan dengan pendidikan, pemberian lisensi, pengangkatan, dan
pengembangan profesional guru merupakan satu hal yang penting dalam kualifikasi
dan kemampuan guru. Keberhasilan beberapa negara maju terbukti diperoleh
melalui mutu pendidikan yang baik dan ternyata bersumber dari komitmennya
terhadap pendidikan, termasuk masalah guru dan gajinya. Pada umumnya guru-guru
di negara maju memperoleh gaji yang cukup signifikan dan ternyata mampu
meningkatkan mutu pendidikan di negara tersebut. Sebagai salah satu informasi,
misalnya rata-rata gaji guru di Amerika Serikat tahun 1997 sebesar AS $38,921
per tahun (informasi dari US Department of Education melalui internet). Dalam
studi yang dilakukan oleh Farrell & Oliveira (1993), dilaporkan bahwa
rata-rata gaji guru di Jepang tahun 1983 sebesar AS $20,775/tahun dan guru-guru
di AS tahun 1983 sebesar AS $21,476/tahun. Di samping gaji, guru-guru di Jepang
masih menerima tunjangan-tunjangan lainnya (ada sebanyak 16 macam tunjangan).
Seperti telah dikemukakan di atas, tidak secara otomatis
gaji guru itu akan memberikan dampak terhadap peningkatan mutu pendidikan,
karena masih banyak faktor lainnya yang ikut terkait. Gaji guru hanya merupakan
salah satu faktor saja dan pada hakikatnya merupakan variabel dalam
keterkaitannya dengan mutu pendidikan. Gaji yang diterima guru (dan juga para
pegawai lainnya) akan mempengaruhi kualitas dinamika kehidupannya, antara lain
dalam hal motivasi kerja, kualitas profesional, pencapaian kebutuhan, rasa
percaya diri, kehidupan pribadi dan keluarga, pengakuan dan interaksi sosial,
pengembangan diri, perencanaan masa depan, dan sebagainya. Gaji guru yang
dipandang memiliki nilai signifikan adalah gaji dengan nominal yang memiliki
nilai kewajaran dan keadilan untuk menunjang kehidupan pribadi, keluarga, sosial,
dan profesional guru. Gaji dalam jumlah yang signifikan dapat menunjang
pemenuhan kebutuhan: pakaian, makanan bergizi, dana sosial, perumahan,
transportasi, pendidikan anak, pengembangan diri, rekreasi dan kesehatan,
tabungan masa depan, dan sebagainya. Diperlukan satu studi khusus untuk
mendapatkan gambaran jumlah nominal yang dipandang signifikan menunjang hal
itu. Semua itu berpengaruh pada kinerja guru yang lebih terkonsentrasi dalam
melaksanakan tugasnya sebagai unsur pendidikan yang pada gilirannya akan
berdampak pada kualitas pendidikan, tentunya dengan asumsi bahwa faktor-faktor
lainnya, baik internal maupun eksternal memberikan kontribusi secara signifikan
pula.
Rekomendasi Unesco dan ILO yang bernama “Recomendation
Concerning the Status of Teachers“, merupakan dokumen internasional yang khusus
dibuat untuk dijadikan rujukan bagi setiap negara dalam memberikan penghargaan
terhadap status dan martabat guru. Dokumen ini ditandatangani tanggal 1 Oktober
1966 di Paris sebagai hasil konferensi khusus antarpemerintah mengenai status
guru yang diselenggarakan oleh ILO dan UNESCO dan diikuti oleh 79 negara
termasuk Indonesia. Atas dasar itu tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai “Hari
Guru Internasional”. Dokumen tersebut secara khusus menekankan pentingnya kesejahteraan
guru yang mencakup empat aspek, yaitu Gaji guru, Jaminan sosial, Perlindungan
profesi guru, dan Pemenuhan hak dan kewajiban guru. Khusus mengenai gaji guru
dalam pasal 114-124 mensyaratkan kriteria gaji guru sebagai berikut: (1) harus
sebanding dengan gaji profesi lain yang relatif sama, (2) sesuai penghargaan
sosial masyarakat dan pemerintah terhadap guru, (3) kompetitif positif dengan
profesi yang memiliki syarat yang sama, (4) cukup untuk hidup layak dan
meneruskan pendidikan dan apresiasi budaya serta pola hidup sesuai dengan
jabatan, (5) cermin penghargaan masyarakat terhadap pendidikan, (6) cukup
menarik untuk menjaring SDM yang baik. Dari studi di berbagai negara khususnya
di negara berkembang (Ferell, 1993) pada umumnya gaji guru di tentukan oleh
faktor-faktor: (1) ekonomi yang mencakup tingkat produktivitas nasional dan
perubahan taraf kebutuhan hidup, (2) kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan
sistem remunerasi guru, (3) kriteria individual yang mencakup tingkat
kualifikasi, tanggung jawab, pengalaman, dan kinerja, dan (4) skala gaji yang
dikembangkan sebagai saw fungsi dari aspek-aspek tersebut di atas. Di samping
itu, masih ada lagi yang disebut sebagai suplemen terhadap gaji yang berkaitan
dengan pekerjaan dan kesejahteraan.
Sistem remunerasi guru yang dikembangkan harus bernilai
keadilan dan ekonomis, serta memiliki daya tarik sedemikian rupa sehingga
merangsang para guru melakukan tugasnya dengan penuh dedikasi dan memberikan
kepuasan lahir batin. Skala yang dipandang adil dan wajar serta bernilai
ekonomis, merupakan fungsi dan berbagai variabel yang saling terkait, antara
lain tingkat pendidikan, pengalaman, beban kerja, jenjang pendidikan, tempat
bertugas, kreativitas, lokasi, kepangkatan, dan sebagainya.
Proses pemberian penghargaan kepada guru berupa kebijakan
pengaturan remunerasi yang signifikan harus dilakukan secara cermat, terpadu,
dan melibatkan berbagai unsur terkait secara sistemik, sinergik, dan simbiotik
dengan berlandaskan paradigma pendidikan. Pengaturan remunerasi guru seyogianya
berlandaskan asas-asas sebagai berikut: (1) Asas Pengganjaran, yaitu agar
mencerminkan satu sistem ganjaran (reward) yang wajar terhadap keseluruhan
kinerja dan pengabdian guru; (2) Asas Keadilan, yaitu diberikan kepada guru
atas dasar perlakuan yang adil terhadap guru sesuai dengan kualitas kinerjanya,
tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama, daerah, dan sebagainya; (3) Asas
Keterbukaan, yaitu pemberian remunerasi yang dilakukan dalam manajemen secara
terbuka dengan melibatkan semua unsur terkait keseluruhan dalam proses dan
hasilnya; (4) Asas Arus Bawah (bottom up), yaitu merupakan cerminan penilaian
objektif dari lapis bawah yang langsung berhubungan dengan guru seperti peserta
didik, orang tua, masyarakat, dan sejawat guru; (5) Asas Motivasi dan Promosi,
yaitu sistem remunerasi yang dapat menjadi sumber motivasi bagi para guru untuk
mewujudkan kinerja yang sebaik-baiknya dan mendorong untuk meningkatkan
kualitas pribadi dan profesinya; (6) Asas Keseimbangan, yaitu pemberian remunerasi
kepada guru seyogianya dilakukan secara seimbang dalam berbagai aspek, baik
internal maupun eksternal; (7) Asas Demokratis, yaitu pemberian remunerasi guru
hendaknya mencerminkan kehidupan demokratis yang dilakukan melalui suatu proses
yang melibatkan semua pihak terkait.
Secara khusus, masalah remunerasi guru dalam rangka
reformasi pendidikan nasional hendaknya mendapat perhatian dan prioritas utama
mengingat peranan guru yang begitu fundamental. Dalam jangka pendek sambil
menunggu proses terwujudnya satu sistem remunerasi guru yang lebih tepat,
pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan pemberian tunjangan fungsional bagi
guru yang lebih adil dan wajar. Hal ini pun sudah lama diusulkan ke pemerintah
dan DPR.
Pustaka
Pikiran Rakyat, 4 Februari 2002
0 komentar:
Posting Komentar