Rabu, 28 Maret 2012

Menuju Remunerasi Guru Yang Berkeadilan




Menuju Remunerasi Guru Yang Berkeadilan


Dalam acara peringatan Hari Guru Nasional 2001 yang berlangsung di Istana Negara Jakarta tanggal 26 November 2001, Presiden RI mengungkapkan perhatiannya terhadap peranan, fungsi, dan kesejahteraan guru. Salah satu butir yang sangat menarik dari pidato beliau adalah hal yang berkenaan tentang sistem penggajian khusus bagi guru sebagai wujud pengakuan martabat dan perbaikan kesejahteraan guru.


Dalam kesempatan itu melalui pidatonya, Presiden sekaligus menginstruksikan kepada menteri terkait yaitu antara lain Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional untuk melakukan pengkajian lebih lanjut.
Bagi guru tentunya hal itu merupakan hembusan angin surga, bagai embun penyejuk dalam kehausan, bagai pelita dalam kegelapan dengan harapan akan memberikan kondisi kehidupan yang lebih baik dan lebih layak.

Terhadap hal itu, pada awal Desember 2001 Menpan telah mengambil inisiatif melaksanakan satu lokakarya dengan melibatkan pihak-pihak terkait, seperti Depdiknas, Depag, Dep. Keuangan, Bapenas, BKN, dan PGRI. Lokakarya membahas mengenai teori dan model remunerasi PNS dan khususnya mengenai sistem dan model remunerasi guru yang dipandang memiliki nilai kewajaran dan keadilan.

Meskipun perwujudan sistem remunerasi khusus bagi guru masih berupa wacana dan program jangka panjang, hal itu dapat dikatakan sebagai tanda-tanda zaman akan adanya pengakuan dan perhatian khusus terhadap guru. Tentunya dalam jangka pendek perlu ada tindakan nyata yang sifatnya memperbaiki kondisi kesejahteraan guru.

Remunerasi mempunyai pengertian berupa “sesuatu” yang diterima pegawai sebagai imbalan dari kontribusi yang telah diberikannya kepada organisasi tempat bekerja. Remunerasi mempunyai makna lebih luas daripada gaji, karena mencakup semua bentuk imbalan, baik yang berbentuk uang maupun barang, diberikan secara langsung maupun tidak langsung, dan yang bersifat rutin maupun tidak rutin. Imbalan langsung terdiri dari gaji/upah, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, bonus yang dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan prestasi kerja dan kinerja organisasi, intensif sebagai penghargaan prestasi, dan berbagai jenis bantuan yang diberikan secara rutin. Imbalan tidak langsung terdiri dari fasilitas, kesehatan, dana pensiun, gaji selama cuti, santunan musibah, dan sebagainya.
Remunerasi pada dasarnya merupakan alat untuk mewujudkan visi dan misi organisasi dengan tujuan untuk menarik pegawai yang cakap dan berpengalaman, mempertahankan pegawai yang berkualitas, memotivasi pegawai untuk bekerja dengan efektif, memotivasi terbentuknya perilaku yang positif, dan menjadi alat untuk mengendalikan pengeluaran.

Prinsip dasar sistem remunerasi yang efektif mencakup prinsip individual equity atau keadilan individual, dalam arti apa yang diterima oleh pegawai hams setara dengan apa yang diberikan oleh pegawai terhadap organisasi, internal equity atau keadilan internal dalam arti adanya keadilan antara bobot pekerjaan dan imbalan yang diterima, dan external equity atau keadilan eksternal dalam arti keadilan imbalan yang diterima pegawai dalam organisasinya dibandingkan dengan organisasi lain yang memiliki kesetaraan.

Dengan memperhatikan prinsip-prinsip tersebut, remunerasi yang diperoleh guru dewasa ini dirasakan masih jauh dari sekadar adil, baik secara individual maupun internal dan eksternal.

Oleh karena itu, sangatiah tepat (meskipun terlambat) kalau pemerintah saat ini mulai memikirkan, mengkaji, dan merealisasikan satu sistem remunerasi yang dipandang berkeadilan dilihat dari fungsi dan peran guru dalam dunia pendidikan. Dalam dimensi operasional terutama pada jalur sekolah, guru merupakan salah satu unsur pendidikan dalam tingkatan instruksional dan eksperiensial.

Guru berada di front terdepan pendidikan yang berhadapan secara langsung dengan peserta didik melalui proses interaksi instruksional sebagai wahana proses pembelajaran siswa dalam nuansa pendidikan. Dalam proses itu terjadi suatu eksperiensial, yaitu diperolehnya pengalaman belajar siswa untuk memperoleh perubahan perilaku ke arah yang lebih baik sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian. dapat dikatakan bahwa penentu kualitas proses dan basil pendidikan terletak pada kinerja “perilaku mengajar” para guru. “Peri laku mengajar” guru yang diwujudkan dalam “interaksi pengajaran” menimbulkan “perilaku belajar” siswa, yang pada gilirannya akan rnenghasilkan “hasil belajar” para siswa. Dalam konteks ini terjadi keterkaitan timbal batik antara “perilaku mengajar”, “interaksi pengajaran”, “perilaku belajar”, dan “hasil belajar”. Mutu hasil belajar sebagai indikator mutu pendidikan ditentukan oleh kualitas perilaku belajar siswa yang terwujud melalui proses interaksi pengajaran yang dikreasikan oleh “perilaku mengajar” guru.

Dalam demikian, dapat dikatakan bahwa keefektifan pendidikan diawali dengan kualitas “perilaku mengajar” dan guru. Kualitas perilaku guru dalam mengajar d.tentukan dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal, seperti tingkat pendidikan, penguasaan subjek, pengalaman, kualitas kepribadian, dan kualitas kehidupan masyarakat. Hal yang paling menyulitkan guru adalah menjaga keseimbangan antara tuntutan untuk berbuat normatif ideal dan suasana kehidupan masa kini yang ditandai dengan pola-pola kehidupan yang materialistis, individualistis, kompetitif, konsumtif, dan sebagainya. Faktor mendasar yang terkait erat dengan kinerja profesional guru adalah “kepuasan kerja” yang berkaitan erat dengan “kesejahteraan” guru. Kepuasan ini dilatarbelakangi oleh faktor-faktor: imbalan jasa, rasa aman, hubungan antarpribadi, kondisi lingkungan kerja, dan kesempatan untuk pengembangan dan peningkatan diri. Tampaknya kelima faktor itu belum dapat terwujud sepenuhnya dalam lingkungan kehidupan guru masa kini.

Salah satu unsur yang ikut mempengaruhi kinerja guru adalah “imbalan jasa” yang berupa gaji dan tunjangan lainnya yang diterima guru. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah gaji guru mempunyai keterkaitan dengan mutu pendidikan? Secara asumtif dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung terdapat keterkaitan antara gaji guru dan mutu pendidikan, dalam arti bahwa tinggi rendahnya gaji guru dapat mempengaruhi mutu pendidikan. Beberapa studi yang telah dilakukan menunjukkan kecenderungan hal itu.

Namun, perlu dicatat pula bahwa imbal jasa yang berupa gaji tidak secara serta merta berpengaruh pada mutu pendidikan. Imbal jasa yang diperoleh akan mempengaruhi dinamika perilaku dan kehidupan guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Hal ini sejalan dengan berbagai temuan penelitian yang menyatakan bahwa terdapat keterkaitan yang kuat antara kualitas guru beserta kesejahteraannya dan mutu hasil pendidikan yang dinyatakan dengan prestasi belajar siswa. Temuan-temuan analisis kualitatif dan kuantitatif menyarankan bahwa kebijakan investasi dalam bentuk peningkatan kualitas profesional dan kesejahteraan guru memiliki keterkaitan yang kuat dengan peningkatan kinerja pembelajaran siswa.

Analisis ini menyarankan bahwa kebijakan yang diterapkan oleh negara berkenaan dengan pendidikan, pemberian lisensi, pengangkatan, dan pengembangan profesional guru merupakan satu hal yang penting dalam kualifikasi dan kemampuan guru. Keberhasilan beberapa negara maju terbukti diperoleh melalui mutu pendidikan yang baik dan ternyata bersumber dari komitmennya terhadap pendidikan, termasuk masalah guru dan gajinya. Pada umumnya guru-guru di negara maju memperoleh gaji yang cukup signifikan dan ternyata mampu meningkatkan mutu pendidikan di negara tersebut. Sebagai salah satu informasi, misalnya rata-rata gaji guru di Amerika Serikat tahun 1997 sebesar AS $38,921 per tahun (informasi dari US Department of Education melalui internet). Dalam studi yang dilakukan oleh Farrell & Oliveira (1993), dilaporkan bahwa rata-rata gaji guru di Jepang tahun 1983 sebesar AS $20,775/tahun dan guru-guru di AS tahun 1983 sebesar AS $21,476/tahun. Di samping gaji, guru-guru di Jepang masih menerima tunjangan-tunjangan lainnya (ada sebanyak 16 macam tunjangan).

Seperti telah dikemukakan di atas, tidak secara otomatis gaji guru itu akan memberikan dampak terhadap peningkatan mutu pendidikan, karena masih banyak faktor lainnya yang ikut terkait. Gaji guru hanya merupakan salah satu faktor saja dan pada hakikatnya merupakan variabel dalam keterkaitannya dengan mutu pendidikan. Gaji yang diterima guru (dan juga para pegawai lainnya) akan mempengaruhi kualitas dinamika kehidupannya, antara lain dalam hal motivasi kerja, kualitas profesional, pencapaian kebutuhan, rasa percaya diri, kehidupan pribadi dan keluarga, pengakuan dan interaksi sosial, pengembangan diri, perencanaan masa depan, dan sebagainya. Gaji guru yang dipandang memiliki nilai signifikan adalah gaji dengan nominal yang memiliki nilai kewajaran dan keadilan untuk menunjang kehidupan pribadi, keluarga, sosial, dan profesional guru. Gaji dalam jumlah yang signifikan dapat menunjang pemenuhan kebutuhan: pakaian, makanan bergizi, dana sosial, perumahan, transportasi, pendidikan anak, pengembangan diri, rekreasi dan kesehatan, tabungan masa depan, dan sebagainya. Diperlukan satu studi khusus untuk mendapatkan gambaran jumlah nominal yang dipandang signifikan menunjang hal itu. Semua itu berpengaruh pada kinerja guru yang lebih terkonsentrasi dalam melaksanakan tugasnya sebagai unsur pendidikan yang pada gilirannya akan berdampak pada kualitas pendidikan, tentunya dengan asumsi bahwa faktor-faktor lainnya, baik internal maupun eksternal memberikan kontribusi secara signifikan pula.

Rekomendasi Unesco dan ILO yang bernama “Recomendation Concerning the Status of Teachers“, merupakan dokumen internasional yang khusus dibuat untuk dijadikan rujukan bagi setiap negara dalam memberikan penghargaan terhadap status dan martabat guru. Dokumen ini ditandatangani tanggal 1 Oktober 1966 di Paris sebagai hasil konferensi khusus antarpemerintah mengenai status guru yang diselenggarakan oleh ILO dan UNESCO dan diikuti oleh 79 negara termasuk Indonesia. Atas dasar itu tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai “Hari Guru Internasional”. Dokumen tersebut secara khusus menekankan pentingnya kesejahteraan guru yang mencakup empat aspek, yaitu Gaji guru, Jaminan sosial, Perlindungan profesi guru, dan Pemenuhan hak dan kewajiban guru. Khusus mengenai gaji guru dalam pasal 114-124 mensyaratkan kriteria gaji guru sebagai berikut: (1) harus sebanding dengan gaji profesi lain yang relatif sama, (2) sesuai penghargaan sosial masyarakat dan pemerintah terhadap guru, (3) kompetitif positif dengan profesi yang memiliki syarat yang sama, (4) cukup untuk hidup layak dan meneruskan pendidikan dan apresiasi budaya serta pola hidup sesuai dengan jabatan, (5) cermin penghargaan masyarakat terhadap pendidikan, (6) cukup menarik untuk menjaring SDM yang baik. Dari studi di berbagai negara khususnya di negara berkembang (Ferell, 1993) pada umumnya gaji guru di tentukan oleh faktor-faktor: (1) ekonomi yang mencakup tingkat produktivitas nasional dan perubahan taraf kebutuhan hidup, (2) kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan sistem remunerasi guru, (3) kriteria individual yang mencakup tingkat kualifikasi, tanggung jawab, pengalaman, dan kinerja, dan (4) skala gaji yang dikembangkan sebagai saw fungsi dari aspek-aspek tersebut di atas. Di samping itu, masih ada lagi yang disebut sebagai suplemen terhadap gaji yang berkaitan dengan pekerjaan dan kesejahteraan.

Sistem remunerasi guru yang dikembangkan harus bernilai keadilan dan ekonomis, serta memiliki daya tarik sedemikian rupa sehingga merangsang para guru melakukan tugasnya dengan penuh dedikasi dan memberikan kepuasan lahir batin. Skala yang dipandang adil dan wajar serta bernilai ekonomis, merupakan fungsi dan berbagai variabel yang saling terkait, antara lain tingkat pendidikan, pengalaman, beban kerja, jenjang pendidikan, tempat bertugas, kreativitas, lokasi, kepangkatan, dan sebagainya.

Proses pemberian penghargaan kepada guru berupa kebijakan pengaturan remunerasi yang signifikan harus dilakukan secara cermat, terpadu, dan melibatkan berbagai unsur terkait secara sistemik, sinergik, dan simbiotik dengan berlandaskan paradigma pendidikan. Pengaturan remunerasi guru seyogianya berlandaskan asas-asas sebagai berikut: (1) Asas Pengganjaran, yaitu agar mencerminkan satu sistem ganjaran (reward) yang wajar terhadap keseluruhan kinerja dan pengabdian guru; (2) Asas Keadilan, yaitu diberikan kepada guru atas dasar perlakuan yang adil terhadap guru sesuai dengan kualitas kinerjanya, tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama, daerah, dan sebagainya; (3) Asas Keterbukaan, yaitu pemberian remunerasi yang dilakukan dalam manajemen secara terbuka dengan melibatkan semua unsur terkait keseluruhan dalam proses dan hasilnya; (4) Asas Arus Bawah (bottom up), yaitu merupakan cerminan penilaian objektif dari lapis bawah yang langsung berhubungan dengan guru seperti peserta didik, orang tua, masyarakat, dan sejawat guru; (5) Asas Motivasi dan Promosi, yaitu sistem remunerasi yang dapat menjadi sumber motivasi bagi para guru untuk mewujudkan kinerja yang sebaik-baiknya dan mendorong untuk meningkatkan kualitas pribadi dan profesinya; (6) Asas Keseimbangan, yaitu pemberian remunerasi kepada guru seyogianya dilakukan secara seimbang dalam berbagai aspek, baik internal maupun eksternal; (7) Asas Demokratis, yaitu pemberian remunerasi guru hendaknya mencerminkan kehidupan demokratis yang dilakukan melalui suatu proses yang melibatkan semua pihak terkait.

Secara khusus, masalah remunerasi guru dalam rangka reformasi pendidikan nasional hendaknya mendapat perhatian dan prioritas utama mengingat peranan guru yang begitu fundamental. Dalam jangka pendek sambil menunggu proses terwujudnya satu sistem remunerasi guru yang lebih tepat, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan pemberian tunjangan fungsional bagi guru yang lebih adil dan wajar. Hal ini pun sudah lama diusulkan ke pemerintah dan DPR.

Pustaka
Pikiran Rakyat, 4 Februari 2002


  • Ramalan Hari Ini
  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Share

    Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More