Cuci darah
(dialisis)
Apabila
fungsi ginjal untuk membuang zat-zat sisa metabolik yang beracun dan kelebihan
cairan dari tubuh sudah sangat menurun (lebih dari 90 persen) sehingga tidak
mampu lagi menjaga kelangsungan hidup penderita gagal ginjal, maka harus
dilakukan dialisis (cuci darah) sebagai terapi pengganti fungsi ginjal. Ada dua
jenis dialisis, yaitu: hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser), dan
dialisis peritonial (cuci darah melalui perut).
Hemodialisis
klinis di rumah sakit
Cara yang
umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia adalah dengan
menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi sebagai ginjal buatan.
Darah
dipompa keluar dari tubuh, masuk ke dalam mesin dialiser untuk dibersihkan melalui proses difusi dan ultrafiltrasi dengan dialisat (cairan khusus untuk dialisis), kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh. Proses cuci darah ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit, dan setiap kalinya memerlukan waktu sekitar 2-5 jam. Namun, selain diperlukan berulang (8-10 kali per bulan) bagi mereka yang mengidap gangguan jantung, stroke, atau berusia lanjut, hemodialisis klinis dapat membebani kerja jantung sewaktu proses pemerasan cairan tubuh untuk dibersihkan selama lima jam.
dipompa keluar dari tubuh, masuk ke dalam mesin dialiser untuk dibersihkan melalui proses difusi dan ultrafiltrasi dengan dialisat (cairan khusus untuk dialisis), kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh. Proses cuci darah ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit, dan setiap kalinya memerlukan waktu sekitar 2-5 jam. Namun, selain diperlukan berulang (8-10 kali per bulan) bagi mereka yang mengidap gangguan jantung, stroke, atau berusia lanjut, hemodialisis klinis dapat membebani kerja jantung sewaktu proses pemerasan cairan tubuh untuk dibersihkan selama lima jam.
Agar
prosedur hemodialisis dapat berlangsung, perlu dibuatkan akses untuk
keluar-masuknya darah dari tubuh. Akses tersebut dapat bersifat sementara
(temporer) maupun menetap (permanen). Akses temporer berupa kateter yang
dipasang pada pembuluh darah batik (vena) di daerah leher. Sedangkan akses
permanen biasanya dibuat dengan akses fistula, yaitu menghubungkan salah satu
pembuluh darah batik dengan pembuluh darah nadi (arteri) pada lengan bawah,
yang dikenal dengan nama Cimino. Untuk memastikan aliran darah pada Cimino
tetap lancar, secara berkala perlu diperiksa adanya getaran yang ditimbulkan
oleh aliran darah pada Cimino tersebut.
Untuk
mencegah terjadinya infeksi, baik kateter (untuk akses temporer) maupun Cimino
(untuk akses permanen) perlu dirawat dengan baik. Untuk perawatan kateter,
lakukan tindakan berikut:
(1) Jangan
menyentuh kateter,
(2) Jangan
biarkan kateter tergesek atau terdorong oleh benda apa pun, termasuk baju ketat
yang mungkin Anda kenakan,
(3) Jaga
agar kateter selalu kering, dan
(4) Cuci
tangan Anda sesering mungkin.
Sedangkan
untuk perawatan Cimino, lakukan sebagai berikut:
(1) Jangan
mengenakan pakaian ketat atau perhiasan di sekitar daerah Cimino,
(2) Cuci
tangan sesering mungkin dan jaga agar daerah Cimino dan sekitarnya tetap bersih,
(3) Jangan
melakukan tindakan mengukur tekanan darah, mengambil darah, atau infus pada
lengan yang terpasang Cimino.
Terkadang
penderita gagal ginjal akut perlu menjalani cuci darah seperlunya, mungkin 1-2
kali saja. Sedangkan penderita gagal ginjal kronis harus menjalaninya seumur
hidup sebelum mendapat ginjal cangkokan. Biayanya sekitar lima ratus ribu
rupiah sampai satu juta rupiah sekali cuci, biaya perawatan per bulan bisa
mencapai 4-5 juta rupiah. Di Indonesia, dari sekitar 70 ribu penderita gagal
ginjal hanya sekitar 10 persen yang mendapat pengobatan dengan cuci darah
(Kompas,10 Maret 2007).
Pustaka
Gagal
Ginjal: Informasi Lengkap utk Pend Oleh Vitahealth






0 komentar:
Posting Komentar