Farmakodinamik
& Farmakokinetik Eritromisin
Eritromisin,
turunan dari bakteri seperti jamur, Streptomyces erythraeus, pertama kali
diperkenalkan pada awal tahun 1950an. Eritromisin menghambat sintesis protein.
Dalam dosis rendah sampai sedang, that ini mempunyai efek bakteriostatik, dan
dengan dosis tinggi, efeknya bakterisidal. Eritromisin dapat diberikan melalui
oral atau intravena. Karena asam lambung merusak obat, berbagai garam
eritromisin (contoh etilsuksinat, stearat, dan estolat) dipakai untuk mengurangi
disolusi (pecah menjadi partikel-partikel kecil) di dalam lambung dan
memungkinkan absorpsi terjadi pada usus halus. Untuk pemakaian intravena,
senyawa, eritromisin laktobionat dan eritromisin gluseptat, dipakai untuk
meningkatkan absorpsi obat.
Eritromisin
aktif melawan hampir semua bakteri gram positif, kecuali Staphylococcus aureus,
dan cukup aktif melawan beberapa bakteri gram negatif. Obat ini sering
diresepkan sebagai pengganti penisilin. Obat ini merupakan obat pilihan untuk
pneumonia akibat mikoplasma dan penyakit Legionnaire.
Farmakokinetik
Preparat
eritormisin oral diabsorpsi dengan baik melalui saluran gastrointestinal. Obat
ini tersedia untuk pemberian intravena, tetapi harus diencerkan dalam 100 mL
salin atau dekstrosa 5% dalam larutan air untuk mencegah flebitis atau rasa
terbakar pada tempat suntikan. Obat ini mempunyai waktu paruh yang singkat dan
efek pengikatan pada proteinnya sedang. Obat ini diekskresikan ke dalam empedu,
feses, dan sebagian kecil, dalam urin. Karena jumlah yang diekresikan ke dalam
urin sedikit, maka insufisiensi ginjal bukan merupakan kontraindikasi bagi
pemakaian eritromisin.
Farmakodinamik
Eritromisin
menekan sintesis protein bakteri. Mula kerja dari preparat oral adalah 1 jam,
waktu untuk mencapai puncak adalah 4 jam, dan lama kerjanya adalah 6 jam.
Efek Samping
dan Reaksi yang Merugikan
Efek samping
dan reaksi yang merugikan dari eritromisin adalah gangguan gastrointestinal,
seperti mual dan muntah, diare, dan kejang abdomen. Reaksi alergi terhadap
eritromisin jarang terjadi. Hepatotoksisitas (toksisitas hati) dapat terjadi
jika that dipakai bersama obat-obat hepatotoksik lainnya, seperti asetaminofen
(dosis tinggi), fenotiazin, dan sulfonamid. Eritromisin estolat (Ilosone),
nampaknya lebih mempunyai efek toksik pada liver dibandingkan dengan
eritormisin lainnya. Kerusakan hati biasanya bersifat reversibel jika obat
dihentikan. Eritromisin tidak boleh dipakai bersama klindamisin atau linkomisin
karena mereka bersaing untuk mendapatkan tempat reseptor.
Pustaka
Farmakologi
Oleh Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes
0 komentar:
Posting Komentar