Dalam ilmu kedokteran, terang Gatot, usia reproduksi sehat
untuk hamil antara 25-30 tahun. Sehingga, dari segi kesehatan
reproduksi, sebetulnya risiko pertama dari usia ini adalah tak dapat hamil karena
telah berkurangnya kesuburan. Jadi, bila si wanita usianya telah
melewati usia
reproduksi sehat untuk hamil ternyata kemudian hamil,
berarti risiko itu telah terlewati.
Hanya saja, seperti diakui Gatot, usia ini memang tergolong
berisiko tinggi dalam kehamilan. Yakni, melahirkan bayi dengan sindroma "down", yang berciri khas berbagai tingkat keterbelakangan mental, ciri wajah
tertentu, berkurangnya tonus otot, dan sebagainya. "Risiko ini
akan meningkat sesuai dengan usia ibu, yakni 6-8 per mil untuk usia 35 sampai 39
tahun dan 10-15 per mil untuk usia di atas 40 tahun," jelas Gatot.
Kelainan kromoson dan lainnya yang diperkirakan karena sel
telur sudah berusia lanjut, terkena radiasi, terpengaruh obat-obatan,
infeksi, dan sebagainya, diduga merupakan penyebab sindroma down.
Untuk mencermati adanya sindroma ini, dapat dilakukan
pemeriksaan amniosentesis. Pada pemeriksaan ini cairan ketuban diambil
melalui alat semacam jarum yang dimasukkan melalui perut ibu. Bisa juga
dilakukan dengan cara kordosentesis. "Bedanya, jika amniosentesis
mengambil cairan ketuban, pada kordosentesis diambil sampel darah janin dari tali
pusat," jelas Gatot.
Pemeriksaan itu sendiri bisa dilakukan setelah kehamilan
memasuki usia 16-20 minggu. Jika ditemukan kelainan, dokter akan menyerahkan
keputusan pada pasangan suami-istri. Apakah akan meneruskan kehamilan atau
menggugurkannya. "Pemeriksaan ini jarang dilakukan mengingat biayanya
yang masih cukup tinggi," ujar Gatot. Umumnya ibu memasrahkan segalanya
pada Yang Kuasa.
Kecuali melahirkan bayi dengan sindroma down, makin tinggi
usia ibu main tinggi pula risiko untuk melahirkan. Hal ini dapat berisiko
bagi kesehatan ibu sendiri. Bahkan, risiko kematian pun meningkat.
Ada beberapa hal yang perlu diwaspadai oleh ibu hamil usia
ini, seperti perdarahan "postpartum" (sesudah melahirkan), hipertensi,
dan eklampsia.






0 komentar:
Posting Komentar