Sindrom
klinis gizi kurang
Ada dua
sindrom klinis gizi kurang yang parah (yang juga dikenal dengan istilah
kekurangan energi protein), yaitu: marasmus dan kwashiorkor. Marasmus ditandai
oleh penyusutan tubuh yang ekstrem; tubuh penderita marasmus terlihat hanya
“tulang dan kulit.” Marasmus merupakan adaptasi fisiologis terhadap
keterbatasan energi dari makanan. Pada keadaan ini
terjadi pengurangan secara nyata jumlah jaringan lemak dan subkutan di samping terdapat pula atrofi jaringan viseral. Mereka yang menderita marasmus akan membatasi aktivitas fisiknya dan memiliki laju metabolisme serta pergantian protein yang menurun dalam upaya untuk menghemat nutrien. Jika dibandingkan dengan orang sehat, para penderita maramus lebih rentan terhadap infeksi dan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk meninggal atau mengalami disabilitas karena infeksi.
terjadi pengurangan secara nyata jumlah jaringan lemak dan subkutan di samping terdapat pula atrofi jaringan viseral. Mereka yang menderita marasmus akan membatasi aktivitas fisiknya dan memiliki laju metabolisme serta pergantian protein yang menurun dalam upaya untuk menghemat nutrien. Jika dibandingkan dengan orang sehat, para penderita maramus lebih rentan terhadap infeksi dan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk meninggal atau mengalami disabilitas karena infeksi.
Kwashiorkor
merupakan kumpulan klinis gejala edema dan gizi kurang. Keadaan ini paling
sering terlihat pada anak-anak balita (di bawah usia 5 tahun) dan biasanya
disertai dengan iritabilitas (keadaan rewel), anoreksia, serta ulserasi pada
kulit. Iritabilitas merupakan perubahan status mental secara patologis dan
menjadikan pemberian makan kepada penderita kwashiorkor sebagai tugas yang
menantang. Perubahan metabolisme terjadi lebih berat pada kwashiorkor, dan Case
fatality rate (CFR) pada keadaan ini lebih tinggi dibandingkan pada marasmus.
Kwashiorkor pertama kali dikenali di Afrika Barat pada tahun 1930-an di antara
anak-anak yang disapih (penghentian pemberian AS1) dan pada mulanya dianggap
sebagai keadaan defisiensi air susu. Kemudian, para pakar mengemukakan bahwa
kwashiorkor merupakan keadaan defisiensi protein dari makanan; akan tetapi,
bukti yang ada menunjukkan bahwa hipotesis ini masih kurang kuat. Sejumlah data
yang terbaru menunjukkan bahwa kwashiorkor dapat terjadi karena kehilangan
antioksidan yang menyertai defisiensi energi dari makanan. The Wellcome Trust
Working Party dalam tahun 1970 mendefinisikan marasmus dengan kriteria berat
badan menurut usia yang berada di bawah 70% dari standar internasional, dan
mendefinisikan kwashiorkor sebagai keadaan terdapatnya edema dengan berat badan
menurut usia di bawah 80% dad standar tersebut. Jika gejala edema dan pelisutan
berat terjadi bersama-sama, keadaan ini dinamakan kwashiorkor marasmik dan
prognosis kwashiorkor-marasmik lebih buruk daripada prognosis marasmus atau
kwashiorkor saja. Gambaran klinis kwashiorkor marasmik serupa dengan gambaran
klinis kwashiorkor.
Pustaka
Gizi
kesehatan Masyarakat Oleh Michael J. Gibney, dkk
0 komentar:
Posting Komentar