Sindrom
Nefrotik (SN)
Sindrom
nefrotik dapat merupakan manifestasi sejumlah kesatuan klinis. Sindrom nefrotik
ditandai dengan awitan edema yang tersembunyi disertai proteinuria masif,
hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Pada sindrom nefrotik primer,
penyakit ini terbatas pada ginjal, sedangkan sindrom nefrotik sekunder terjadi
selama perjalanan penyakit sistemik. Kriteria klinis yang dapat diterima untuk
memastikan proteinuria masif adalah:
(a) kehilangan protein melalui urine sebanyak 40 mg/m2/jam, atau
(b) rasio protein urine:kreatinin urine lebih dari 1,0 pada sekali pemeriksaan urine. Rasio yang kurang dari 0,15 adalah normal; rasio yang lebih dari 1,0 memberi kesan proteinuria pada rentang-nefrotik; dan rasio lebih dari 2,5 merupakan diagnostik pada sindrom nefrotik. Anak-anak biasanya mengalami edema ketika kadar serum albumin kurang dari 2,7 g/dl.
(a) kehilangan protein melalui urine sebanyak 40 mg/m2/jam, atau
(b) rasio protein urine:kreatinin urine lebih dari 1,0 pada sekali pemeriksaan urine. Rasio yang kurang dari 0,15 adalah normal; rasio yang lebih dari 1,0 memberi kesan proteinuria pada rentang-nefrotik; dan rasio lebih dari 2,5 merupakan diagnostik pada sindrom nefrotik. Anak-anak biasanya mengalami edema ketika kadar serum albumin kurang dari 2,7 g/dl.
Penyebab
sindrom nefrotik primer pada anak-anak adalah sindrom nefrotik dengan perubahan
minimal, sindrom nefrotik kongenital, sindrom nefrotik dengan proliferasi
mesangial difus, glomerulosklerosis fokal dan segmental, glomerulo-nefritis
membranoproliferatif, dan glomerulonefritis kresenterik.
Sindrom
nefrotik dengan perubahan minimal merupakan lebih dari 75% kasus sindrom
nefrotik pada anak-anak. Kelainan ini ditandai dengan adanya respons yang balk
terhadap terapi kortikosteroid dan tidak adanya lesi glomerular yang signifikan
pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya. Pada pemeriksaan mikroskop elektron
menunjukkan adanya fusi difus pada tonjolan kaki epitel. Insidensi kelainan ini
kira-kira 2 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dan 2 kali lebih banyak pada
anak laki-laki daripada anak perempuan. Awitan paling sering terjadi antara
usia 2 dan 7 tahun.
Pasien
biasanya mengalami edema, letargi, anoreksia, dan penurunan volume urine.
Tekanan darah biasanya normal atau menurun; akan tetapi, pada 5-10% kasus
terdapat peningkatan tekanan darah. Hematuria terjadi pada sebagian kecil
kasus, biasanya hematuria mikroskopis. Kadar hemoglobin dapat meningkat secara
sekunder akibat hemokonsentrasi, dan terdapat peningkatan laju endap darah.
Azotemia prarenal ringan dapat terjadi sekunder akibat pengurangan volume
intravaskular. Laju filtrasi glomerulus normal kecuali jika terdapat hipovolemia
berat. Hiperkolesterolemia terjadi sekunder akibat peningkatan sintesis protein
(dirangsang oleh hipoalbuminemia) dan penurunan bersihan lemak dari sirkulasi.
Kebanyakan
komplikasi serius sindrom nefrotik adalah infeksi atau trombosis. Pasien lebih
rentan terhadap infeksi bakteri sebagai akibat hipogamaglobulinemia pada semua
subtipe imunoglobulun G; hilangnya proaktifator C3 (Faktor B) di dalam urine,
yang menyebabkan terganggunya opsonisasi; gangguan aktifitas kemotaksis
leukosit; dan terganggunya sistem pertahanan tubuh akibat terapi streoid.
Peritonitis dan selulitis sering dijumpai. Organisme yang paling sering
menyebabkan peritonitis adalah Streptococcus pnewnoniae. Pasien sindrom
nefrotik memiliki predisposisi terhadap berkembangnya trombosis vena. Keadaan
hiperkoagulabilitas terjadi akibat keluarnya antitrombin III melalui urine,
peningkatan kadar fibrinogen, hiperagregasi trombosit yang terjadi sekunder
akibat hiperlipidemia, dan hiperviskositas. Penggunaan diuretik dapat berkaitan
dengan trombosis.
Sindrom
nefrotik yang terjadi pada tahun pertama kehidupan memerlukan pertimbangan
khusus. Sebagian kecil pasien sindrom nefrotik dengan perubahan minimal atau
glomerulosklerosis fokal dapat datang untuk evaluasi pada usia tahun pertama,
biasanya setelah usia 6 bulan. Nefropati membranosa dapat terjadi pada usia 6
bulan pertama sebagai akibat sifilis kongenital. Biasanya dijumpai tanda dan
gejala sifilis kongenital lain. Gangguan ginjal sembuh dengan terapi
antisifilis. Sindrom nefrotik kongenital adalah kondisi autosomal resesif dan
berkaitan dengan plasenta yang membesar, prematuritas, dan peningkatan kadar
a-fetoprotein. Lesi yang patognomonik adalah dilatasi kistik pada tubulus
proksimal. Tidak ada terapi selain nefrektomi dan transplantasi ginjal yang
diketahui efektif. Penyakit ini biasanya fatal dalam usia 2 tahun pertama
kehidupan.
Pasien
sindrom nefrotik yang tidak berespons terhadap terapi steroid memerlu-kan
biopsi ginjal. Glonzerulosklerosis fokal dapat mewakili satu aspek spektrum
sindrom
neofrotik dengan perubahan minimal; tetapi kurang berespons terhadap terapi dan
memberikan prognosis yang lebih buruk. Glomerulopati membranosa terhitung
kurang dari 5% kasus sindrom nefrotik pada anak. Awitan biasanya dimulai
setelah usia 10 tahun. Respons terhadap kortikosteroid umumnya buruk.
Glomerulonefritis Inembranoproliferatif juga biasanya muncul setelah usia 10
tahun dengan hematuria, azotemia, dan hipertensi. Kadar komplemen serum
menunin. Prognosis buruk, karena 30-50% pasien mengalami penyakit ginjal
stadium akhir.
Sindrom
nefrotik sekunder dapat terjadi pada vaskulitis seperti purpura
Henoch-SchOnlein, atau lupus eritenzatosus sistemik, pada limfoma maligna
seperti penyakit Hodgkin, atau malaria kuartana, infeksi virus hepatitis B,
atau infeksi HIV. Kadang-kadang, glomerulonefritis poststreptokokus, seperti
sindrom nefrotik.
Nefritis
Glomerulonefritis
akut ditandai dengan edema awitan mendadak, hematuria, azotemia, dan hipertensi
yang beratnya bcrvariasi. Keluaran urine dapat menurun hingga kurang dari
jumlah yang diperlukan untuk mengekskresi beban solut minimal. Oliguria serta
retensi garam dan air merupakan faktor penyebab utama edema, kongesti
sirkulasi, hipertensi, scrta gangguan asam basa dan elektrolit. Proteinuria
dapat bervariasi dari yang ringan hingga rentang nefrotik; ekskresi protein
urine biasanya kurang dari 1,0 g/24 jam. Hematuria dapat dideteksi hanya dengan
pemeriksaan mikroskopik, atau dapat terlihat secara makroskopis dengan urine
yang bcrwarna seperti teh. Urinalisis secara khas mcnunjukkan adanya silinder
campuran, granular, dan eritrosit.
Glomerulonefritis
akut poststreptokokus merupakan penyebab tersering glomerulonefritis akut.
Kejadian pencetus adalah infcksi pada faring dan kulit oleh strain nefritogenik
streptokokus (3-hemolitikus grup A. Awitan terjadi tiba-tiba. Nefritis yang
terjadi setelah infeksi faring terutama mengenai anak-anak di awal usia
sekolah; setelah awitan infeksi streptokokus dalam waktu 9-11 hari. Rasio anak
lakilaki yang terkena dan anak perempuan yang terkena adalah 2:1. Nefritis yang
terjadi setelah impetigo streptokokus paling string mengcnai anak usia
prasekolah dan terjadi paling sedikit 3 minggu setelah awitan infeksi kulit.
Insidensi sama pada kedua jenis kelamin. Sebagai catatan, setelah faringitis,
di serum dapat ditemukan antihodi terhadap nikotinamid adenin dinukleotidase
streptokokus, atau NAD (disebut anti-NADase), antistreptolisin (ASO), dan
deoksiribonuklease streptokokus; akan tetapi, setelah impetigo, respons ASO dan
anti-NADase lemah. Oleh karena itu, tes antiDNase B sebaiknya digunakan pada
evaluasi nefritis yang terjadi setelah infeksi kulit atau ketika sumber infeksi
tidak teridentifikasi. Pemeriksaan anti-DNase B dapat dilakukan scbagai
komponcn tcs strcptozymc. Tcrdapat juga pcnurunan kadar C3 serum, yang akan
kembali normal dalam 4-6 minggu. Derajat beratnya gejala klinis sangat
bervariasi. Gejala yang serius terjadi akibat insufisiensi ginjal akut,
hipertensi, dan beban sirkulasi yang berlebihan.
Diagnosis
banding meliputi segala kondisi yang menyebabkan hematuria, hipertensi,
oliguria, atau edema. Dokter sebaiknya mempertimbangkan adanya sindrom
uretnik-hemolitik, glomerulonefritis membranoproliferatif nefritis interstisial
akut, eksaserbasi akut glomerulonefritis kronis, atau nefritis yang berkaitan
dengan gangguan sistemik seperti lupus eritematosus sistemik atau purpura
Schinzlein.
Penyakit
Ginjal Stadium Akhir
Sejalan
dengan memberatnya gagal ginjal, masalah klinis biasanya tidak terlihat hingga
laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 20 mUmenit/m2. Dengan semakin
menurunnya laju filtrasi glomerulus, cairan dan solut akhirnya terakumulasi,
menyebabkan edema, hipertensi, dan kongesti sirkulasi.
Pustaka
Pediatri
0 komentar:
Posting Komentar