Dispnea
sering disebut sebagai sesak napas, napas pendek, breathlessness, atau
shortness of breath. Dispnea adalah gejala subjektif berupa keinginan penderita
untuk meningkatkan upaya mendapatkan udara pernapasan. Karena sifatnya subjektif,
dispnea tidak dapat diukur (namun terdapat gradasi sesak napas). Bagaimana
rasanya mengalami dispnea? Rasa dispnea buatan bisa didapat jika kita menahan
napas selama kurang lebih 45-60 detik, kemudian kita menarik napas, saat itu
timbul perasaan yang disebut dyspneic, yaitu kemauan untuk menambah upaya
bernapas. Begitu juga setelah melakukan kegiatan latihan berat (vigorous
exercise), akan timbul perasaan dyspneic atau terengah-engah. Keluhan dispnea
tidak selalu disebabkan karena penyakit; sering pula terjadi pada keadaan sehat
tetapi terdapat stres psikologis.
Seperti
halnya rasa nyeri, dispnea sebagai gejala sifatnya subjektif, tingkat
keparahannya dipengaruhi oleh respon penderita, kepekaan (sensitivitas) serta
kondisi emosi. Tingkatan dispnea dapat dirasakan sangat berbeda oleh
masing-masing penderita walaupun sebetulnya kondisinya sama. Meskipun sifatnya
subjektif, dispnea dapat ditentukan dengan melihat adanya upaya bernapas aktif
dan upaya menghirup udara lebih banyak (labored and distressful breathing).
Perlu diingat bahwa adanya peningkatan frekuensi napas yang ringan (mild),
dalamnya tarikan napas, serta perubahan irama napas tidak selalu menunjukkan
adanya dispnea.
Dispnea
sebagai akibat peningkatan upaya untuk bernapas (work of breathing) dapat
ditemui pada berbagai kondisi klinis penyakit. Penyebabnya adalah meningkatnya
tahanan jalan napas seperti pada obstruksi jalan napas atas, asma, dan pada
penyakit obstruksi kronik. Berkurangnya keteregangan paru yang disebabkan oleh
fibrosis paru, kongesti, edema, dan pada penyakit parenkim paru dapat
menyebabkan dispnea. Kongesti dan edema biasanya disebabkan oleh abnormalitas
kerja jantung. Penyebab lainnya adalah pengurangan ekspansi paru seperti pada
efusi pleura, pneumotoraks, kelemahan otot, dan deformitas rongga dada.
Dalam
mengevaluasi dispnea, perlu diperhatikan keadaan ketika dispnea terjadi.
Dispnea dapat terjadi pada perubahan posisi tubuh. Dispnea yang terjadi pada
posisi berbaring disebut ortopneu, biasanya disebabkan karena gagal jantung.
Ortopneu juga terjadi pada penyakit paru tahap lanjut dan paralisis diafragma
bilateral. Platipneu adalah kebalikan dari ortopneu, yaitu dispnea yang terjadi
pada posisi tegak dan akan membaik jika penderita dalam posisi berbaring;
keadaan ini terjadi pada abnormalitas vaskularisasi paru seperti pada COPD
berat. Disebut trepopneu jika dengan posisi bertumpu pada sebelah sisi,
penderita dispnea dapat bernapas lebih enak; ditemui pada penyakit jantung
(perubahan posisi menyebabkan perubahan ventilasi-perfusi). Paroxysmal
nocturnal dyspnea (PND) adalah sesak napas yang teijadi tiba-tiba pada saat
tengah malam setelah penderita tidur selama beberapa jam, biasanya terjadi pada
penderita penyakit jantung. Exertional dyspnea adalah dispnea yang disebabkan karena
melakukan aktivitas. Intensitas aktivitas dapat dijadikan ukuran beratnya
gangguan napas, misal setelah berjalan 50 langkah atau setelah menaiki 4 anak
tangga timbul sesak napas. Dispnea yang terjadi ketika berjalan di jalan datar,
tingkatan gangguan napasnya lebih berat jika dibandingkan dengan dispnea yang
timbul ketika naik tangga. Keluhan sesak napas juga dapat disebabkan oleh
keadaan psikologis. Jika seseorang mengeluh sesak napas tetapi dalam exercise
tidak timbul sesak napas maka dapat dipastikan keluhan sesak napasnya
disebabkan oleh keadaan psikologis.
Penyebab
dispnea secara umum:
- Sistem
kardiovaskular: gagal jantung
- Sistem
pernapasan: PPOK, Penyakit parenkim paru, Hipertensi pulmonal, kifoskoliosis
berat, faktor mekanik di luar paru (asites, obesitas, efusi pleura)
- Psikologis
(kecemasan)
- Hematologi
(anemia kronik)
Penyebab
dispnea akut: gagal jantung kiri, bronkospasme, emboli paru, kecemasan.
Pustaka
Respirologi
Oleh DR. R. Darmanto Djojodibroto, Sp.P, FCCP
0 komentar:
Posting Komentar