Dokter yang
sehari-hari bergelut menghadapi penderita penyakit jantung kerap menghadapi
satu kenyataan ironic. Penderita serangan jantung sering datang terlambat
sehingga penanganan medis menjadi tidak optimal. Salah satu penyebabnya adalah
anggapan bahwa penyakit yang is derita sekadar gejala masuk angin atau angin
duduk biasa. Alih-alih segera dibawa ke rumah sakit, saat terbaik bagi
penderita untuk berobat (golden period atau periode emas) terlewatkan selama
berjam-jam untuk kegiatan gosok dan kerik.
Cukup
mengejutkan bahwa fenomena tersebut tidak hanya terjadi pada masyarakat
kalangan bawah, tetapi juga pada masyarakat kalangan atas dan terpelajar.
Padahal, kecepatan terapi dan penanganan kasus serangan jantung dalam hitungan
menit akan sangat menentukan persentase otot penderita yang bisa diselamatkan,
semakin besar pula harapan hidup penderitanya.
Sebagian
besar penyebab kasus serangan jantung adalah penyumbatan pembuluh darah koroner
yang berakibat gangguan pasokan oksigen ke otot jantung. Jika dalam semakin
besar pula kurun 20 menit sumbatan belum terbuka, bagian otot jantung yang
dialiri darah oleh pembuluh koroner itu akan mati (infark). Daerah di sekitar
lokasi infark ikut terancam jika sumbatan tak kunjung dibuka, baik dengan
obat-obatan trombolitik (pelarut gumpalan darah) maupun dengan tindakan
intervensi koroner perkutan (melalui kulit).
Efek kedua
jenis terapi yang dibatasi waktu ini tidak begitu bermanfaat jika penderita
datang terlambat untuk ditangani. Masalahnya, bagaimana orang bisa keliru
menduga gejala serangan jantung sebagai gejala masuk angin atau angin duduk?
Bukankah serangan jantung memiliki keluhan yang khas, yaitu sakit di dada
sebelah kiri? Justru di sinilah letak persoalannya. Selain kemampuan awam yang
terbatas dalam menganalisis ciri khas penyakit jantung, variasi intensitas rasa
sakit itu sendiri juga dapat mengecoh.
Sebagian
penderita serangan jantung memang menyampaikan keluhan khas serangan jantung,
yaitu sakit dada sebelah kiri bak terimpit benda berat, dan rasa sakit itu
menjalar ke lengan dan punggung. Namun, keluhan sebagian penderita yang lain
tidak begitu khas, seperti rasa tidak enak di ulu hati disertai keringat dingin
atau rasa tercekik di leher. Penderita diabetes yang mengalami penumpulan
sensor sarafjuga tidak terialu merasakan sakit saat terkena serangan jantung.
Sementara pada manula, serangan jantung sering kali hanya ditandai oleh rasa
lemas.
Terkecoh
Gejala Peradangan
Pada
dasarnya, serangan jantung—atau dalam terminologi medis dikenal sebagai infark
miokard akut (IMA)—adalah penyakit akibat peradangan. Hal ini dibuktikan dengan
penemuan pusing, lemas, berkeringat sejumlah sel radang—seperti limfosit,
mastosit, dingin, mual, dan muntah. dan makrofag—dalam jumlah banyak dalam plak
pembuluh darah koroner yang tersumbat.
Proses
peradangan ini tidak hanya terjadi secara disalahtafsirkan sebagai lokal di
jantung, tetapi juga secara sistemik. Hal ini terbukti dengan penemuan berbagai
pertanda peradangan yang berkeliaran di dalam pembuluh darah—seperti
peningkatan jumlah sel leukosit (darah putih) dan kehadiran C-reactive protein
(CRP), salah satu pertanda peradangan yang sudah dikenal luas.
Peradangan
itulah yang membuat penderita serangan jantung merasa lesu, pusing, tak bertenaga,
dan suhu tubuhnya agak meningkat. Selain itu, biasanya penderita serangan
jantung “bermandi” keringat dingin, merasa mual, dan muntah. Semua gejala ini
kemudian ditafsirkan orang awam sebagai gejala masuk angin atau angin duduk
sehingga penderitanya perlu segera dikerik demi mengeluarkan “angin jahat yang
bersemayam” dalam tubuhnya.
Penderita
gejala masuk angin atau angin duduk harus ditangani dengan penuh kewaspadaan,
terutama para penderita yang memiliki faktor risiko penyakit jantung koroner
(PJK)—seperti hiperkolesterol (kolesterol tinggi), hipertensi, diabetes,
merokok, kegemukan, dan riwayat keluarga penderita PJK. Jangan-jangan, gejala
yang mereka rasakan justru adalah pertanda “angin”(baca: oksigen) yang masuk ke
jantung terhambat akibat penyumbatan pembuluh koroner.
0 komentar:
Posting Komentar