Penyebab
Kenakalan Remaja
10 Penyebab
Kenakalan Remaja
Jakarta,
Benarkah remaja bermasalah itu sudah biasa? Ada 10 penyebab munculnya kenakalan
remaja. Tapi dengan komunikasi dua arah dan pemantauan dari orangtua, kenakalan
remaja bisa dihindari.
Masa remaja
sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang
anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam gejolak emosi,
menarik diri dari keluarga, serta mengalami banyak masalah, baik di rumah,
sekolah, atau di lingkungan pertemanannya.
Faktor
pemicunya, menurut sosiolog Kartono, antara lain adalah gagalnya remaja
melewati masa
transisinya, dari anak kecil menjadi dewasa, dan juga karena lemahnya pertahanan diri terhadap pengaruh dunia luar yang kurang baik.
transisinya, dari anak kecil menjadi dewasa, dan juga karena lemahnya pertahanan diri terhadap pengaruh dunia luar yang kurang baik.
Akibatnya,
para orangtua mengeluhkan perilaku anak-anaknya yang tidak dapat diatur, bahkan
terkadang bertindak melawan mereka. Konflik keluarga, mood swing, depresi, dan
munculnya tindakan berisiko sangat umum terjadi pada masa remaja dibandingkan
pada masa-masa lain di sepanjang rentang kehidupan.
Batasan dan
Jenis Kenakalan Remaja
Kenakalan
remaja merupakan tindakan melanggar peraturan atau hukum yang dilakukan oleh
anak di bawah usia 18 tahun.
Perilaku
yang ditampilkan dapat bermacam-macam, mulai dari kenakalan ringan seperti
membolos sekolah, melanggar peraturan-peraturan sekolah, melanggar jam malam
yang orangtua berikan, hingga kenakalan berat seperti vandalisme, perkelahian
antar geng, penggunaan obat-obat terlarang, dan sebagainya.
Dalam
batasan hukum, menurut Philip Rice dan Gale Dolgin, penulis buku The
Adolescence, terdapat dua kategori pelanggaran yang dilakukan remaja, yaitu:
1.
Pelanggaran indeks, yaitu munculnya tindak kriminal yang dilakukan oleh anak
remaja. Perilaku yang termasuk di antaranya adalah pencurian, penyerangan,
perkosaan, dan pembunuhan.
2.
Pelanggaran status, di antaranya adalah kabur dari rumah, membolos sekolah,
minum minuman beralkohol di bawah umur, perilaku seksual, dan perilaku yang
tidak mengikuti peraturan sekolah atau orang tua.
Keluarga
yang Memicu?
Menurut
Karol Kumpfer dan Rose Alvarado, profesor dan asisten profesor dari University
of Utah, dalam penelitiannya, menyebutkan bahwa kenakalan dan kekerasan yang
dilakukan oleh anak dan remaja berakar dari masalah-masalah sosial yang saling
berkaitan.
Di antaranya
adalah kekerasan pada anak dan pengabaian yang dilakukan oleh orangtua,
munculnya perilaku seksual sejak usia dini, kekerasan rumah tangga,
keikutsertaan anak dalam geng yang menyimpang, serta tingkat pendidikan anak
yang rendah.
Ketidakmampuan
orangtua dalam menghentikan dan melarang perilaku menyimpang yang dilakukan
oleh anak remaja akan membuat perilaku kenakalan terus bertahan.
Faktor-faktor
penyebab munculnya kenakalan remaja, menurut Kumpfer dan Alvarado, Minggu
(23/1/2011)
Kurangnya sosialisasi dari orangtua ke anak
mengenai nilai-nilai moral dan sosial.
Contoh perilaku yang ditampilkan orangtua
(modeling) di rumah terhadap perilaku dan nilai-nilai anti-sosial.
Kurangnya pengawasan terhadap anak (baik
aktivitas, pertemanan di sekolah ataupun di luar sekolah, dan lainnya).
Kurangnya disiplin yang diterapkan orangtua
pada anak.
Rendahnya kualitas hubungan orangtua-anak.
Tingginya konflik dan perilaku agresif yang
terjadi dalam lingkungan keluarga.
Kemiskinan dan kekerasan dalam lingkungan
keluarga.
Anak tinggal jauh dari orangtua dan tidak
ada pengawasan dari figur otoritas lain.
Perbedaan budaya tempat tinggal anak,
misalnya pindah ke kota lain atau lingkungan baru.
Adanya saudara kandung atau tiri yang
menggunakan obat-obat terlarang atau melakukan kenakalan remaja.
Faktor
lingkungan atau teman sebaya yang kurang baik juga ikut memicu timbulnya
perilaku yang tidak baik pada diri remaja. Sekolah yang kurang menerapkan
aturan yang ketat juga membuat remaja menjadi semakin rentan terkena efek
pergaulan yang tidak baik.
“Guru yang
kurang sensitif terhadap hal ini juga bisa membuat remaja menjadi semakin sulit
diperbaiki perilakunya. Demikian juga dengan guru yang terlalu keras dalam
menghadapi remaja yang bermasalah. Bisa jadi, bukannya ikut meredam kenakalan
mereka, malah membuat kenakalan mereka semakin menjadi,” ujar Prof. Arif
Rachman, pakar pendidikan dari UNJ.
Sementara M
Faisal Magrie, konsultan psikologi remaja dari Asosiasi Berbagi, menyatakan
beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua untuk mencegah munculnya perilaku
kenakalan pada anak remaja.
Menurut
Faisal, mengasuh anak yang memasuki usia remaja dapat diandaikan seperti
bermain layangan. “Apabila orangtua menarik talinya terlalu dekat, layangan itu
tidak akan bisa terbang. Namun bila orangtua membiarkan talinya terlalu jauh,
layangan tersebut akan putus karena angin yang kencang, atau hal lain seperti
menyangkut di pohon,” kata Faisal.
Begitu juga
dengan anak remaja, jika orangtua terlalu mengekang anak, yang terjadi adalah
anak tidak mampu berkembang secara mandiri dan mereka akan berusaha untuk
melepaskan dirinya dari kekangan orangtua. Ketika hal ini terjadi, lingkungan
sosial, terutama teman sebaya, akan menjadi pelarian utama si anak.
Apabila
ternyata lingkungan sosial tempat anak biasa berkumpul memiliki kecenderungan
untuk melakukan kenakalan remaja, anak juga berpotensi besar untuk melakukan
hal yang sama dengan apa yang dilakukan kelompoknya.
Hal yang
sama juga dapat terjadi apabila orangtua terlalu membebaskan anak. Perbedaannya
adalah, anak yang dibebaskan tidak merasakan tekanan sebesar apa yang dirasakan
oleh anak yang dikekang, sehingga dorongan untuk memberontak cenderung lebih
kecil dibandingkan anak yang dikekang.
Berikan
batasan yang jelas.
Orangtua
disarankan untuk memberikan batasan yang jelas mengenai perilaku apa yang
benar-benar tidak boleh dilakukan oleh anak, misalnya membolos, menggunakan
narkoba, dan lain sebagainya.
Berdiskusilah
untuk tawar menawar.
Lakukan
tawar menawar melalui diskusi mengenai perilaku lainnya yang dianggap
berpotensi membuat anak menjadi nakal, seperti pulang malam, menginap, atau
bahkan memilih pacar.
Biarkan anak
menentukan standar moralnya sendiri.
Proses
tawar-menawar akan merangsang anak untuk menentukan standar moralnya sendiri.
Di sisi lain hal ini dapat membuat anak lebih menghormati orangtuanya karena
telah diberikan kesempatan untuk menentukan pilihannya sendiri.
Aktif
berkomunikasi dengan guru di sekolah.
Pengawasan
dan pemantauan orangtua di rumah bisa dilengkapi dengan pengawasan dari guru di
sekolah. Pemantauan terpadu ini akan memberikan banyak masukan yang menyeluruh
bagi orangtua mengenai perilaku anaknya di luar rumah.
Tak Ada Kata
Terlambat
Menurut
Faisal, tidak ada kata terlambat dalam menangani anak remaja yang terlihat
‘melenceng’. Karena di usia ini teman adalah segalanya bagi anak, ia dapat
dengan mudah terpengaruh oleh teman-teman sebayanya.
Untuk
mengatasi hal ini, tindakan yang dapat dilakukan oleh orangtua adalah dengan
membuat kesan bahwa mereka bisa berdamai dengan pilihan anaknya. Dengan begini,
orangtua tetap bisa mengawasi aktivitas dan pergaulan anaknya dengan pasif.
Namun, ada
hal yang perlu diperhatikan oleh orangtua berkaitan dengan hal tersebut. Ketika
orangtua terlalu ‘masuk’ ke dalam kehidupan anak, pasti anak akan merasa
terganggu privasinya. Ia akan merasa risih dan pada akhirnya justru bersikap
tertutup kepada orangtuanya.
Untuk itu,
orangtua harus mengusahakan agar tetap terlibat secara pasif, namun jangan
sampai terkesan terlalu ingin ikut campur.
0 komentar:
Posting Komentar