Senin, 02 April 2012

Perkembangan pergerakan kebangsaan di indonesia



Perkembangan pergerakan kebangsaan di indonesia


1. Transformasi Etnik Pergerakan dan perjuangannya hanya terbatas pada wilayah kerajaan atau membebaskan penduduknya dari penindasan bangsa-bangsa Barat. Pemerintah colonial Belanda dapat memanfaatkan etnik yang satu untuk menundukkan etnik yang lain. Banyaknya Perang yang harus dihadapi memaksa Belanda mengeluarkan kas Negara untuk membiayai perang. Akibatnya kas kerajaan Belanda mengalami defisit. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Gubernur Jendral Belanda di Indonesia yang berkuasa yaitu Van Den Bosch memberlakukan kebijakan yang diikenal dengan Culture
Stelsell atau tanam paksa. Tujuannya adalah untuk mengisi kembali kas negeri Belanda yang kosong. Kaum humanis dan kaum liberal mengusulkan kepada pemerintah kerajaan Belanda untuk melaksanakan hal-hal yang dapat membantu kehidupan rakyat Indonesia seprti membangun irigasi, melaksanakan imigrasi, dan menyelenggarakan edukasi. Ketiga hal itu dikenal dengan sebutan Trilogi Van Deventer. Disamping itu, perjuangan etnik–etnik yang berada di seluruh wilayah Indonesia bukan saja dilakukan oleh kalangan etnik pribumi, tetapi juga muncul gerakan-gerakan etnik yang dilakukan oleh etnik-etnik asing yang telah hidup dan menetap di wilayah Indonesia. Gerakan-gerakan yang pernah terjadi dalam menetang pemerintahan colonial Belanda dilakukan oleh masyarakat keturunan seperti Cina, India, dan Arab.
a. Gerakan Masyarakat Indonesia Keturunan Cina.
Gerakan nasionalisme di Cina yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen membawa pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat
keturunan Cina di Indonesia. Berbagai bentuk usaha yang dibangun oleh masyarakat Cina dibatasi oleh pemerintah colonial Belanda. Perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat keturunan Cina terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia seperti di daerah Kalimantan Barat, Jawa Barat, dan daerah-daerah lainnya. Masyarakat keturunan Cina yang selalu dijadikan alat pemerasan terhadap penduduk pribumi akhirnya berbalik memusuhi dan bahkan melakukan serangan terhadap kedudukan pemerintah colonial Belanda di Indonesia.
b. Gerakan Masyarakat Indonesia Keturunan Indo-Belanda
Munculnya masyarakat keturunan Indo-Belanda di Indonesia disebabkan terjadinya perkawinan antara orang Belanda dengan penduduk pribumi. Orang-orang keturunan Indo-Belanda melakukan perlawanan terhadap pemerintah colonial Belanda yang disebabkan oleh tindakan
sewenang-wenang yang dilakukan oleh pemerintah colonial Belanda. Orangorang Indo Belanda terus melakukan perjuangan untuk menentang berbagai tindakan yang menekan pemerintah colonial Belanda. Hal ini dengan jelas dapat dilihat pada organisasi Indische Partij yang didirikan oleh Dowes Dekker bersama orang-orang dari kalangan pribumi seperti Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat di Bandung. Sejak tahun 1908, terjadi perubahan dalam pergerakan bangsa Indonesia, perlawanan-perlawan yang bersifat etnik mulai ditinggalkan dan mereka terus mengupayakan terwujudnya persatuan dan kesatuan diantara etnik-etnik yang ada di wilayah Indonesia untuk menentang kekuasaan pemerintah colonial Belanda. Hal ini diwujudkan melalui sumpah pemuda yang dilaksanakan tanggal 28 Oktober 1928 yang mengucapkan ikrar tentang
persatuan dan kesatuan Indonesia dalam segala bidang.
2. Pergerakan Bersifat Kedaerahan
Akibat dari tindakan yang dilakukan oleh pemerintah colonial Belanda itu muncul berbagai perubahan tatanan kehidupan di kalangan rakyat pribumi, yaitu Indonesia. Sementara itu, tindakan untuk menghapuskan kedudukan yang didasarkan pada adat penguasa pribumi dan kemudian dijadikan pegawai pemerintah, telah meruntuhkan kewibawaan pemerintah tradisional. Kedudukan penguasa tradisional semakin merosot, bahkan secara administratif para bupati atau penguasa pribumi lainnya adalah pegawai pemerintah colonial Belanda. Hak-hak yang diberikan oleh adat telah hilang, kepemilikan tanah jabatan dihapuskan dan diganti dengan gaji. Dengan demikian, ikatan tradisi dalam kehidupan kaum pribumi menjadi sangat lemah. Dengan masuknya ekonomi uang, maka beban rakyat semakin bertambah berat. Hal ini disebabkan adanya uang sebagai alat tukar yang disahkan oleh pemerintah colonial Belanda pada saat itu. Dalam menghadapi pengaruh kekuasaan barat yang menyebabkan munculnya penderitaan hidup, ternyata masyarakat yang berada di daerah-daerah pedesaan memiliki cara tersendiri untuk melawannya. Cara itu diwujudkan dalam bentuk gerakan social, yang dalam perwujudannya merupakan gerakan untuk menentang atau
memprotes kepada pihak-pihak penguasa, baik penguasa pemerintah colonial Belanda maupun penguasa pribumi. Sifat gerakannya sangat sederhana dan tidak tersusun rapi seperti organisasi modern. Tujuan gerakan sering tidak jelas dan tidak seperti tujuan yang dilakukan oleh gerakan-gerakan suatu organisasi politik. Sepanjang abad ke-19 dan awal abad ke-20, telah terjadi gerakan masyarakat pada daerah-daerah di seluruh wilayah Indonesia. Lahirnya gerakan itu sebagai bukti bahwa masyarakat pada daerah-daerah tidak tinggal diam dalam menghadapi gerakan yang ditimbulkan oleh penjajah.
a. Gerakan Melawan Pemerasan Gerakan rakyat melawan pemerasan banyak terjadi di daerah atau di tanah partikelir (swasta). Hampir semua kerusuhan yang terjadi di tanah partikelir disebabkan oleh adanya pemungutan pajak yang tinggi dan beban pengerahan tenaga kerja paksa yang sangat berat yang banyak dilakukan oleh petani di daerah pedesaan. Mereka memberontak karena merasa tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh para penguasa sudah di luar batas serta banyak didorong oleh perasaan dendam dan benci kepada para penguasa. Daerah-daerah yang banyak terdapat tanah partikelir yaitu di sekitar Jakarta, antara Jakarta dengan Bogor, Banten, Karawang, Cirebon, Semarang, Surabaya, dan lain-lain. Munculnya tanah partikelir pada daerah-daerah itu sebagai akibat terjadinya praktik penjualan tanah yang dilakukan oleh orang-orang Belanda sejak zaman VOC hingga abad ke-19. Berbagai aturan telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk melindungi penduduk dari segala
bentuk tindakan yang memberatkan, namun tidak berhasil karena tindakan sewenang-wenang dari tuan tanah masih tetap dilakukannya. Oleh karena itulah pada tanah-tanah partikelir selalu dan sering terjadi kerusuhan. Kerusuhan itu terjadi pada saat pemungutan cuke (pajak), sehingga sering disebut dengan Kerusuhan Cuke. Kerusuhan seperti ini sering terjadi di daerah Candi Udik, Ciomas, dan Ciampea. Rasa tidak puas rakyat semakin memuncak dan meletuslah pemberontakan terbuka tahun 1886 di bawah pimpinan Mohammad Idris. Serangan itu dilakukan secara kebetulan ketika tuan tanah sedang menyelenggarakan pesta yang dihadiri oleh para pegawai dan kaki tangannya. Dalam serangan itu, Camat Ciomas terbunuh. Di Tanah Partikelir di daerah Condet, Jakarta (Batavia) juga muncul kerusuhan pada tahun 1916. kerusuhan itu dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang dipimpin oleh Entong Gendut. Mereka melakukan serangan terhadap tuan-tuan tanah yang pada saat itu sedang melakukan pertunjukan topeng. Pada tahun 1924 terjadi pemberontakan di daerah Tangerang, yang dilakukan oleh sejumlah rakyat yang dipimpin oleh Kaiin. Mereka menyerbu kediaman tuan tanah, kemudian ke kediaman Camat daerah itu. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi, seperti yang telah disebutkan memiliki sebab-sebab yang sama, yaitu menentang penindasan dan pemerasan oleh kaum penguasa.
b. Gerakan Ratu Adil
Gerakan Ratu Adil merupakan suatu gerakan rakyat yang muncul karena adanya kepercayaan akan datang seorang tokoh untuk membebaskan
masyarakatnya dari segala bentuk penderitaan dan kesengsaraan. Pada dasarnya orang yang menjadi pengikut dari gerakan itu memiliki kehendak untuk mengubah keadaan buruk yang sedang mereka alami. Mengingat sifatnya yang ingin mengadakan perubahan, maka tidak jarana tindakannya dilakukan secara radikal. Disamping itu, pengaruh lingkungan dalam kehidupan Islam pada rakyat pedesaan cukup besar. Melalui ajaran agama, semangat untuk menentang kekuasaan pemerintah colonial Belanda dapat dikobarkan. Pada tahun 1903, muncul pemberontakan di Kabupaten Sidoarjo yang dipimpin oleh Kyat Kasan Mukmin. Di Desa Bendungan, di wilayah karesidenan Kediri meletus pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Dermojoyo pada tahun 1907. c. Pergerakan Bersifat Keagamaan Gerakan keagamaan ini dilakukan oleh kelompok aliran agama. Golongan penganut aliran keagamaan ini memandang bahwa pemerintah kolonial Belanda dan para pengikutnya merupakan lawannya. Gerakan ini lebih menekankan pada kehidupan keagamaan dengan cara yang lebih ketat (gerakan pemurnian ajaran agama). Pada dasarnya, tujuan dari gerakan itu adalah untuk mewujudkan suatu kehidupan dunia yang penuh dengan kebahagiaan dan ketentraman. Oleh karena itu, arah tujuan dari gerakan keagamaan adalah mengadakan perubahan dalam lingkungan kehidupannya. Gerakan pemurnian dalam lingkungan agama Islam bersifat keras. Namun, mengingat sifat-sifat dari gerakan golongan keagamaan itu, maka pemerintah kolonial Belanda menganggap bahwa golongan itu merupakan suatu gerakan anti Belanda.

terima kasih atas kunjungan anda, semoga dapat bermanfaat bagi kalian semua


  • Ramalan Hari Ini
  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Share

    Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More