Perkembangan
pergerakan kebangsaan di indonesia
1.
Transformasi Etnik Pergerakan dan perjuangannya hanya terbatas pada wilayah
kerajaan atau membebaskan penduduknya dari penindasan bangsa-bangsa Barat.
Pemerintah colonial Belanda dapat memanfaatkan etnik yang satu untuk
menundukkan etnik yang lain. Banyaknya Perang yang harus dihadapi memaksa
Belanda mengeluarkan kas Negara untuk membiayai perang. Akibatnya kas kerajaan
Belanda mengalami defisit. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Gubernur
Jendral Belanda di Indonesia yang berkuasa yaitu Van Den Bosch memberlakukan
kebijakan yang diikenal dengan Culture
Stelsell atau tanam paksa. Tujuannya
adalah untuk mengisi kembali kas negeri Belanda yang kosong. Kaum humanis dan
kaum liberal mengusulkan kepada pemerintah kerajaan Belanda untuk melaksanakan
hal-hal yang dapat membantu kehidupan rakyat Indonesia seprti membangun
irigasi, melaksanakan imigrasi, dan menyelenggarakan edukasi. Ketiga hal itu
dikenal dengan sebutan Trilogi Van Deventer. Disamping itu, perjuangan
etnik–etnik yang berada di seluruh wilayah Indonesia bukan saja dilakukan oleh
kalangan etnik pribumi, tetapi juga muncul gerakan-gerakan etnik yang dilakukan
oleh etnik-etnik asing yang telah hidup dan menetap di wilayah Indonesia.
Gerakan-gerakan yang pernah terjadi dalam menetang pemerintahan colonial
Belanda dilakukan oleh masyarakat keturunan seperti Cina, India, dan Arab.
a. Gerakan
Masyarakat Indonesia Keturunan Cina.
Gerakan
nasionalisme di Cina yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen membawa pengaruh yang
sangat besar terhadap kehidupan masyarakat
keturunan
Cina di Indonesia. Berbagai bentuk usaha yang dibangun oleh masyarakat Cina
dibatasi oleh pemerintah colonial Belanda. Perlawanan yang dilakukan oleh
masyarakat keturunan Cina terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia seperti
di daerah Kalimantan Barat, Jawa Barat, dan daerah-daerah lainnya. Masyarakat
keturunan Cina yang selalu dijadikan alat pemerasan terhadap penduduk pribumi
akhirnya berbalik memusuhi dan bahkan melakukan serangan terhadap kedudukan
pemerintah colonial Belanda di Indonesia.
b. Gerakan
Masyarakat Indonesia Keturunan Indo-Belanda
Munculnya
masyarakat keturunan Indo-Belanda di Indonesia disebabkan terjadinya perkawinan
antara orang Belanda dengan penduduk pribumi. Orang-orang keturunan
Indo-Belanda melakukan perlawanan terhadap pemerintah colonial Belanda yang
disebabkan oleh tindakan
sewenang-wenang
yang dilakukan oleh pemerintah colonial Belanda. Orangorang Indo Belanda terus
melakukan perjuangan untuk menentang berbagai tindakan yang menekan pemerintah
colonial Belanda. Hal ini dengan jelas dapat dilihat pada organisasi Indische
Partij yang didirikan oleh Dowes Dekker bersama orang-orang dari kalangan
pribumi seperti Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat di Bandung. Sejak
tahun 1908, terjadi perubahan dalam pergerakan bangsa Indonesia,
perlawanan-perlawan yang bersifat etnik mulai ditinggalkan dan mereka terus
mengupayakan terwujudnya persatuan dan kesatuan diantara etnik-etnik yang ada
di wilayah Indonesia untuk menentang kekuasaan pemerintah colonial Belanda. Hal
ini diwujudkan melalui sumpah pemuda yang dilaksanakan tanggal 28 Oktober 1928
yang mengucapkan ikrar tentang
persatuan dan
kesatuan Indonesia dalam segala bidang.
2. Pergerakan
Bersifat Kedaerahan
Akibat dari
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah colonial Belanda itu muncul berbagai
perubahan tatanan kehidupan di kalangan rakyat pribumi, yaitu Indonesia.
Sementara itu, tindakan untuk menghapuskan kedudukan yang didasarkan pada adat
penguasa pribumi dan kemudian dijadikan pegawai pemerintah, telah meruntuhkan
kewibawaan pemerintah tradisional. Kedudukan penguasa tradisional semakin
merosot, bahkan secara administratif para bupati atau penguasa pribumi lainnya
adalah pegawai pemerintah colonial Belanda. Hak-hak yang diberikan oleh adat
telah hilang, kepemilikan tanah jabatan dihapuskan dan diganti dengan gaji.
Dengan demikian, ikatan tradisi dalam kehidupan kaum pribumi menjadi sangat
lemah. Dengan masuknya ekonomi uang, maka beban rakyat semakin bertambah berat.
Hal ini disebabkan adanya uang sebagai alat tukar yang disahkan oleh pemerintah
colonial Belanda pada saat itu. Dalam menghadapi pengaruh kekuasaan barat yang
menyebabkan munculnya penderitaan hidup, ternyata masyarakat yang berada di
daerah-daerah pedesaan memiliki cara tersendiri untuk melawannya. Cara itu
diwujudkan dalam bentuk gerakan social, yang dalam perwujudannya merupakan
gerakan untuk menentang atau
memprotes
kepada pihak-pihak penguasa, baik penguasa pemerintah colonial Belanda maupun
penguasa pribumi. Sifat gerakannya sangat sederhana dan tidak tersusun rapi
seperti organisasi modern. Tujuan gerakan sering tidak jelas dan tidak seperti
tujuan yang dilakukan oleh gerakan-gerakan suatu organisasi politik. Sepanjang
abad ke-19 dan awal abad ke-20, telah terjadi gerakan masyarakat pada
daerah-daerah di seluruh wilayah Indonesia. Lahirnya gerakan itu sebagai bukti
bahwa masyarakat pada daerah-daerah tidak tinggal diam dalam menghadapi gerakan
yang ditimbulkan oleh penjajah.
a. Gerakan
Melawan Pemerasan Gerakan rakyat melawan pemerasan banyak terjadi di daerah
atau di tanah partikelir (swasta). Hampir semua kerusuhan yang terjadi di tanah
partikelir disebabkan oleh adanya pemungutan pajak yang tinggi dan beban
pengerahan tenaga kerja paksa yang sangat berat yang banyak dilakukan oleh
petani di daerah pedesaan. Mereka memberontak karena merasa tindakan-tindakan
yang dilakukan
oleh para
penguasa sudah di luar batas serta banyak didorong oleh perasaan dendam dan
benci kepada para penguasa. Daerah-daerah yang banyak terdapat tanah partikelir
yaitu di sekitar Jakarta, antara Jakarta dengan Bogor, Banten, Karawang,
Cirebon, Semarang, Surabaya, dan lain-lain. Munculnya tanah partikelir pada
daerah-daerah itu sebagai akibat terjadinya praktik penjualan tanah yang
dilakukan oleh orang-orang Belanda sejak zaman VOC hingga abad ke-19. Berbagai
aturan telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk melindungi penduduk dari segala
bentuk
tindakan yang memberatkan, namun tidak berhasil karena tindakan sewenang-wenang
dari tuan tanah masih tetap dilakukannya. Oleh karena itulah pada tanah-tanah
partikelir selalu dan sering terjadi kerusuhan. Kerusuhan itu terjadi pada saat
pemungutan cuke (pajak), sehingga sering disebut dengan Kerusuhan Cuke.
Kerusuhan seperti ini sering terjadi di daerah Candi Udik, Ciomas, dan Ciampea.
Rasa tidak puas rakyat semakin memuncak dan meletuslah pemberontakan terbuka
tahun 1886 di bawah pimpinan Mohammad Idris. Serangan itu dilakukan secara
kebetulan ketika tuan tanah sedang menyelenggarakan pesta yang dihadiri oleh
para pegawai dan kaki tangannya. Dalam serangan itu, Camat Ciomas terbunuh. Di
Tanah Partikelir di daerah Condet, Jakarta (Batavia) juga muncul kerusuhan pada
tahun 1916. kerusuhan itu dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang dipimpin oleh
Entong Gendut. Mereka melakukan serangan terhadap tuan-tuan tanah yang pada
saat itu sedang melakukan pertunjukan topeng. Pada tahun 1924 terjadi
pemberontakan di daerah Tangerang, yang dilakukan oleh sejumlah rakyat yang
dipimpin oleh Kaiin. Mereka menyerbu kediaman tuan tanah, kemudian ke kediaman
Camat daerah itu. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi, seperti yang telah
disebutkan memiliki sebab-sebab yang sama, yaitu menentang penindasan dan
pemerasan oleh kaum penguasa.
b. Gerakan
Ratu Adil
Gerakan Ratu
Adil merupakan suatu gerakan rakyat yang muncul karena adanya kepercayaan akan
datang seorang tokoh untuk membebaskan
masyarakatnya
dari segala bentuk penderitaan dan kesengsaraan. Pada dasarnya orang yang
menjadi pengikut dari gerakan itu memiliki kehendak untuk mengubah keadaan
buruk yang sedang mereka alami. Mengingat sifatnya yang ingin mengadakan
perubahan, maka tidak jarana tindakannya dilakukan secara radikal. Disamping
itu, pengaruh lingkungan dalam kehidupan Islam pada rakyat pedesaan cukup
besar. Melalui ajaran agama, semangat untuk menentang kekuasaan pemerintah
colonial Belanda dapat dikobarkan. Pada tahun 1903, muncul pemberontakan di
Kabupaten Sidoarjo yang dipimpin oleh Kyat Kasan Mukmin. Di Desa Bendungan, di
wilayah karesidenan Kediri meletus pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh
Dermojoyo pada tahun 1907. c. Pergerakan Bersifat Keagamaan Gerakan keagamaan
ini dilakukan oleh kelompok aliran agama. Golongan penganut aliran keagamaan
ini memandang bahwa pemerintah kolonial Belanda dan para pengikutnya merupakan
lawannya. Gerakan ini lebih menekankan pada kehidupan keagamaan dengan cara
yang lebih ketat (gerakan pemurnian ajaran agama). Pada dasarnya, tujuan dari
gerakan itu adalah untuk mewujudkan suatu kehidupan dunia yang penuh dengan
kebahagiaan dan ketentraman. Oleh karena itu, arah tujuan dari gerakan
keagamaan adalah mengadakan perubahan dalam lingkungan kehidupannya. Gerakan
pemurnian dalam lingkungan agama Islam bersifat keras. Namun, mengingat
sifat-sifat dari gerakan golongan keagamaan itu, maka pemerintah kolonial
Belanda menganggap bahwa golongan itu merupakan suatu gerakan anti Belanda.
terima kasih
atas kunjungan anda, semoga dapat bermanfaat bagi kalian semua






0 komentar:
Posting Komentar