Pengertian
Laissez-faire
Laissez-faire
(IPA: [lɛse
fɛr])
adalah sebuah frase bahasa Perancis yang berarti “biarkan terjadi” (secara
harafiah “biarkan berbuat”). Istilah ini berasal dari diksi Perancis yang
digunakan pertama kali oleh para psiokrat di abad ke 18 sebagai bentuk
perlawanan terhadap intervensi pemerintah dalam perdagangan. Laissez-faire
menjadi sinonim untuk ekonomi pasar bebas yang ketat selama awal dan
pertengahan abad ke-19. Secara umum, istilah ini dimengerti sebagai sebuah
doktrin ekonomi yang tidak menginginkan adanya campur tangan pemerintah dalam
perekonomian. Pendukung doktrin ini berpendapat bahwa suatu perekonomian
perusahaan swasta (private-enterprise economy) akan mencapai tingkat efesiensi
yang lebih tinggi dalam pengalokasian dan penggunaan sumber-sumber ekonomi yang
langka dan akan mencapai pertumpuhan ekonomi yang lebih besar bila dibandingkan
dengan perekonomian yang terencana secara terpusat (centrally planned economy).
Pendapat ini didasarkan pada pemikiran bahwa kepemilikan pribadi atas sumber
daya dan kebebasan penuh untuk menggunakan sumber daya tersebut akan
menciptakan dorongan kuat untuk mengambil risiko dan bekerja keras. Sebaliknya,
birokrasi pemerintah cenderung mematikan inisiatif dan menekan perusahaan.
Dalam pandangan
laissez-faire, kewajiban negara bukanlah melakukan intervensi untuk
menstabilkan distribusi kekayaan atau untuk menjadikan sebuah negara makmur
untuk melindungi rakyatnya dari kemiskinan, melainkan bersandar pada sumbangan
dan sistem pasar. Laissez faire juga menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh
memberi hak khusus dalam bisnis. Misalnya, penganut dari laissez-faire
mendukung ide yang menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh membuat monopoli
legal atau menggunakan kekuasaan dan paksaan untuk merusak monopoli de facto.
Pendukung dari laissez-faire juga mendukung ide perdagangan bebas dalam artian
negara tidak boleh melakukan proteksi, seperti tarif dan subsidi, di wilayah
ekonominya.
Pada masa
awal dari teori ekonomi Eropa dan Amerika, kebijakan laissez-faire terbentuk
konflik dengan merkantilisme, yang telah menjadi sistem dominan di Britania
raya, Spanyol, Perancis dan negara Eropa lainnya pada masa kejayaannya.
Istilah
laissez-faire sering digunakan bergantian dengan istilah “pasar bebas”. Beberapa
menggunakan laissez-faire untuk merujuk pada perilaku “biarkan terjadi, biarkan
lewat” dalam hal-hal di luar ilmu ekonomi.[1]
Laissez-faire
dihubungkan dengan Liberalisme klasik, libertarianisme dan Obyektivisme.
Asalnya dikenalkan dalam bahasa Inggris tahun 1774, oleh George Whatley, dalam
buku Principles of Trade, yang di dampingi oleh Benjamin Franklin. Ekonom
klasik, seperti Thomas Malthus, Adam Smith dan David Ricardo tidak menggunakan
istilah ini. Jeremy Bentham menggunakan ini, tetapi hanya dalam Liga Hukum
Anti-Jagung dan nyaris sama dengan pengertian Inggrisnya.[2]
Teori Ekonomi
Laissez-faire
berarti bahwa mahzab pemikiran ekonomi neoklasik memegang pandangan pasar yang
murni atau liberal secara ekonomi: bahwa pasar bebas sebaiknya dibiarkan pada
seperti apa adanya, dan akan didispensasikan dengan inefisiensi dalam cara yang
lebih bebas dan cepat seperti pemberian harga, produksi, konsumsi, dan
distribusi dari barang dan jasa dibuat untuk ekonomi yang lebih baik atau
efisien.
Ekonom Adam
Smith dalam bukunya ‘Wealth of Nations’ berpendapat bahwa sebuah “tangan tak
terlihat” dari pasar akan memandu masyarakat untuk bertindak dengan mengikuti
kepentingan pribadi mereka sendiri, karena satu-satunya cara menghasilkan uang
adalah dengan melalui pertukaran secara sukarela, dan satu-satunya cara untuk
mendapatkan uang dari masyarakat adalah untuk memberikan apa yang mereka
inginkan. Smith menunjukkan kalau seseorang tidak mendapatkan makan malam
dengan mengandalkan belas kasih dari tukang daging, petani atau tukang roti.
Tapi mereka mengandalkan kepentingan pribadi mereka dan membayar mereka atas
kerja keras mereka.
Teori Politik
Laissez-faire
disebut dalam pernyataan sebelumnya bahwa semua warga kota memiliki persamaan
hak, dan pemerintah tidak boleh turut campur dalam memperkuat persamaan
pengeluaran melalui redistribusi pemerintah dan tindakan lain. Pengemuka
laissez-faire menyukai negara yang netral antara bermacam grup yang bersaing
yang bertarung untuk keuntungan dan kekuatan politik didalam satu negara.
Pendukung dari laissez-faire penting untuk ekonomi campuran dalam landasan yang
mengarah ke politik kepentingan golongan dimana setiap kelompok mencari
keuntungan itu sendiri pada pengeluaran dari orang lain dan dari konsumen.
Sejarah
Laissez-Faire
Pada abad ke
19 di Inggris, laissez-faire memiliki pengikut yang sedikit namun kuat seperi
Liberalis Manchester seperti Richard Cobden dan Richard Wright. Tahun 1867, ini
berujung pada kesepakatan perdagangan bebas ditandatangani antara Britania dan
Perancis, setelah beberapa dari perjanjian ini ditandatangani bersama
negara-negara Eropa lainnya. Koran The Economist didirikan sebelumnya ditahun
1843, dan perdagangan bebas didiskusikan dalam sebuah tempat berjulukan The
Cobden Club, didirikan setahun setelah kematian Richard Cobden, tahun 1866.[3]
[4]
Bagaimanapun,
laissez-faire tidak pernah menjadi doktrin negara manapun, dan diakhir seribu
delapanratus-an, negara-negara Eropa malah menganut sistem intervionisme dan
proteksionisme lagi. Perancis contohnya, mulai membatalkan ksepakatannya dengan
negara Eropa lain tahun 1890. Proteksionisme Jerman dimulai (lagi) pada
Desember 1878 surat dari Bismarck, berujung pada tarif yang keras dan tinggi
tahun 1879.
Amerika
Serikat
Walaupun
periode sebelum Perang Saudara Amerika dikenal atas pengaruh terbatas dari
pemerintahan federal, ada beberapa bagian intervensi yang signifikan dalam
ekonomi–khususnya setelah 1820-an. Contoh nyata dari intervensi pemerintah pada
periode sebelum perang saudara termasuk didirikannya First National Bank dan
Second National Bank dan juga bermacam usaha proteksionis (contohnya tarif
1828). Beberapa dari proposal ini menemui tentangan yang cukup keras, dan
membutuhkan banyak sekali tawar menawar sebelum dimasukan dalam undang-undang.
Contohnya, First National Bank tidak akan sampai ke meja Presiden Washington
dalam absenya kesepakatan yang dicapai oleh Alexander Hamilton dan beberapa
anggota selatan dari Kongres untuk mepnetapkan ibukota di District of Columbia.
Sebagian
besar penentang asas ekonomi campuran di Amerika Serikat terdaftar pada
American School (ekonomi). Sekolah pemikiran ini terinspirasi oleh ide-ide
Alexander Hamilton, yang mengajukan pembuatan dari bank yang disponsori
pemerintah dan kenaikan tarif untuk memenangkan kepentingan industri utara.
Setelah kematian Hamilton, proteksionis yang lebih toleran pada periode sebelum
perang saudara Amerika datang dari Henry Clay dan American System-nya.
Setelah
Perang Saudara, gerakan menuju ekonomi campuran dipercepat dengan lebih banyak
lagi proteksionisme dan regulasi pemerintah. Di tahun 1880-an dan 1890-an,
kenaikan tarif signifikan dipakai (lihat Tarif McKinley dan Tarif Dingley).
Lebih lanjut, dengan adanya Undang-Undang Komersial Antar Negara Bagian tahun
1887, dan Undang-Undang Anti-trust Sherman, pemerintah federal mulai
mengasumsikan sebuah peran yang makin menanjak dalam pengaturan dan pengarahan
ekonomi negara.
Pada Era
Progresif disahkannya undang-undang untuk lebih mengontrol dalam ekonomi, yang
dibuktikan oleh program New Freedom pemerintahan Wilson.
Depresi Hebat
Ada banyak
debat tentang hubungan antara laissez-faire dan terjadinya depresi hebat.
Beberapa ekonom dan sejarawan (seperti John Maynard Keynes) berpendapat kalau
laissez-faire membuat kondisi dibawah depresi hebat menanjak. Sarjana lain
seperti Milton Friedman dan Murray Rothbard, mengatakan bahwa Depresi bukanlah
hasil dari kebijakan ekonomi laissez-faire tetapi intervensi pemerintah dalam
moneter dan sistem kredit. Isu ini, masih menjadi perdebatan keras dalam
ekonomi, politik, dan sejarah.
Pada karya
Keynes tahun 1936, The General Theory of Employment Interest and Money, Keynes
mengenalkan konsep dan istilah yang ditujukan untuk membantu menjelaskan
Depresi Hebat. Satu pendapat untuk kebijakan ekonomi laissez-faire selama
resesi ialah jika konsumsi jatuh, maka rasio bunga akan jatuh juga. Tingkat
bunga yang lebih rendah akan mengakibatkan peningkatan investasi dan permintaan
akan tetap konstan. Bagaimanapun, Keynes percaya kalau adaalasan kenapa
investasi tidak selamanya secara otomatis naik sebagai reaksi atas jatuhnya
konsumsi. Bisnis membuat investasi berdasar pada ekspektasi atas adanya
keuntungan. Menurut Keynes, jika jatuhnya konsumsi muncul pada waktu lama,
bisnis akan menganalisa tren akan menurunkan harapan dari penjualan masa depan.
Maka, menurut Keynes, hal terakhir yang mereka pikir menarik ialah berinvestasi
dalam meningkatkan produksi di masa depan bahkan apabila bunga yang lebih
rendah membuat modal tidak menjadi mahal. Dalam kasus ini, menurut Keynes dan
kebalikan dari Hukum Say, ekonomi bisa ditaruh dalam kejatuhan umum. ((Keen
2000:198)) Ekonom Keynesian dan sejarawan berpendapat kalau dinamika memperkuat
diri ini adalah apa yang terjadi dalam tingkat yang ekstrim pada Depresi Hebat,
dimana kebangkrutan merupakan hal umum dan investasi, yang membutuhkan tingkat
optimisme, sangat harang terjadi. Solusi dari masalah ini, menurut Keynes,
untuk melepaskan ketidakstabilan pasar melalui intervensi pemerintah. Dalam
pandangan ini, karena aktor swasta tidak bisa diandalkan untuk membuat
permintaan agregat selama resesi, pemerintah memiliki kewajiban untuk membuat
permintaan.[5]
Debat sarjana
atas sebab terjadinya Depresi Hebat mempertanyakan keterlibatan ekonomi
laissez-faire, sebagian menyalahkan dan sebagian mendukungnya.
Sebagai
konsekuensi dari pandangan ini, Keynes spertinya memiliki pandangan yang lebih
disenangi dari pemerintahan fasis saat itu, karena, ketika dia dia disorot
ketika edisi Jerman dari The General Theory of Employment Interest and Money,
“teori dari produksi agregat, dimana inti dari ['The General Theory of
Employment Interest of Employment Interest and Money'], bisa diadaptasi lebih
mudah diadapsi ke kondisi negara otalitarian [eines totalen Staates] dibanding
teori produksi dan distribusi dari produksi yang diberi ditaruh pada kondisi
kompetisi bebas dan tingkat tinggi dari laissez-faire. [6]
Freidrich
August von Hayek dan Milton Friedman, dengan kontras, berpendapat kalau Depresi
Hebat bukanlah hasil dari kebijakan ekonomi laissez-faire tetapi hasil dari
terlalu besarnya intervensi pemerintah dan regulasi atas pasar. Mereka mencatat
bahwa Depresi Hebat merupakan depresi terlama dalam sejarah Amerika Serikat dan
satu-satunya depresi dimana pemerintah mengintervensi besar-besaran. Dalam
karya Friedman, Captilaism and Freedom deia berpendapat: “Sebuah agensi yang
dibuat pemerintah–The Federal Reserve System– telah diberi tugas untuk
kebijakan moneter. Tahun 1930 dan 1931, agensi ini melaksanakan tanggung jawab
dengan baik untuk mengganti apa tindakan yang lain menjadi kontraksi moderat
menjadi bencana besar-besaran. [7]
Lebih jauh,
Pemerintahan Federal Amerika Serikat membuat sebuah mata uang tetap yang
didasarkan nilai emas. Pada satu titik nilai terikat tersebut bisa dibilang
lebih tinggi dari harga dunia yang membuat surplus masif atas emas. Permintaan
emas naik dan harga dunia meningkat tetapi nilai terikat tersebut terlalu
rendah di Amerika Serikat dan membuat migrasi besar-besaran atas emas dari
Amerika Serikat. Milton Friedman dan Freidrich Hayek keduanya berpendapat kalau
ketidakmampuan untuk beraiksi pada permintaan nilai mata uang membuat kerusuhan
dalam bank-bank dan bank tersebut tidak lagi bisa menanganinya, dan tingkat
pertukaran tetap antara dollar dan emas keduanya menyebabkan Depresi Hebat, dan
tidak memperbaiki, tekanan deflasionari.[8] Dia lebih jauh berpendapat dalam
tesisnya, kalau pemerintah memberi sakit lebih banyak pada publik Amerika
dengan menaikkan pajak, dan mencetak uang untuk membayar hutang (dan menyebabkan
inflasi), kombinasi dari apa yang membantu memusnahkan tabungan dari kelas
menengah. Friedman menyimpulkan kalau efek dari Depresi Hebat tidak dimitigasi
sampai akhir Perang Dunia II dimana ekonomi sampai pada kebangkitan normal
dengan penghapusan berbagai pengaturan harga. Opini ini secara khusus
menyalahkan sebuah kombinasi dari kebijakan Federal Reserve dan regulasi
ekonomi oleh pemerintah Amerika Serikat sebagai penyebab Depresi Hebat, dan
depresi diperparah dengan meningkatkan pajak pendapatan dalam pendapatan
tertinggi dari 25% ke 63%, sebuah “pajak cek”, dan Tarif Smooth-Hawley.
Freidman percaya kalau kebijakan intervesionis Herbert Hoover dan New Deal
Franklin Delano Roosevelt akan memperpanjang dan memperparah depresi. Friedman
menyimpulkan, “Depresi Hebat dalam Amerika Serikat, jauh dari tanda-tanda atas
instabilitas dari sistem perusahaan swasta, merupakan saksi pada berapa besar
kerusakan yang bisa terjadi oleh kesalahan-kesalahan pada bagian dari beberapa
orang ketika mereka memiliki kekuasaan besar atas sistem moneter dari sebuah
negara.”[9]
Kembalinya
Ekonomi Pasar setelah Perang Dunia Kedua
Setelah
Perang Dunia Kedua, pemikiran laissez-faire dibangkitkan kembali melalui
Austrian School dan Chicago School, dan pemikir liberal seperti Ludwig von
Mises, Freidrich Hayek dan Milton Friedman, yang berpendapat kalau Dunia Bebas
didefinisikan oleh kebebasan itu sendiri, lalu penduduknya harus memiliki
kebebasan ekonomi secara penuh. Hong Kong merupakan teritori pertama yang
menggunakan kebijakan laissez-faire di era ini, mengikuti jalan tersebut sejak
1960-an.
jerman
memakai ini, dengan dukungan koalisi antara Demokratik Kristen dan Demokrat
Sosial, yang dijuluki dengan Ekonomi pasar sosial, yang merestorasi ulang
ekonomi Jerman yang hancur karena perang dengan membiarkan harga mengambang
bebas. Kemudian di tahun 1970 dan 1980, ide dari Chicago
School’”meresonansi”dalam kebijakan ekonomi di Chili, Reaganomi Ronald Reagan,
dan kebijakan privatisasi dari Margaret Tatcher.[rujukan?]
Kembalinya
ekonomi pasar setelah Perang Dunia Kedua masih jauh dari syarat laissez-faire.
Amerika Serikat, pada tahun 1980-an misalnya, berkecendrungan melindungi
industri mobil dengan pembatasan ekspor “sukarela” dari Jepang.[10] Salah satu
sarjana menulis tentang ini:
Bahasa
Inggris
“ By and large, the comparative strength
of the dollar against major foreign currencies has reflected high U.S. interest
rates driven by huge federal budget deficits. Hence, the source of much of the
current deterioration of trade is not the general state of the economy, but
rather the government’s mix of fiscal and monetary policies — that is, the
problematic juxtaposition of bold tax reductions, relatively tight monetary
targets, generous military outlays, and only modest cuts in major entitlement
programs. Put simply, the roots of the trade problem and of the resurgent
protectionism it has fomented are fundamentally political as well as
economic.[11] ”
Bahasa
Indonesia
“ Dengan dan Besar, kekuatan komparatif
dari dolar melawan mata uang asing yang besar lainnya dicerminkan dalam tingkat
bunga Amerika Serikat yang dipicu oleh defisit anggaran Federal yang besar.
Dan, sumber dari banyak deteriorasi saat ini dalam perdagangan bukanlah keadaan
umum dalam ekonomi, tetapi kebijakan campuran pemerintah atas fiskal dan
moneter — dan itu, merupakan cerminan problematik dari penurunan pajak yang
tinggi, target moneter yang relatif ketat, pengeluaran militer yang besar, dan
hanya sedikit pemotongan anggaran pada program utama. Sederhananya, akar dari
masalah perdagangan dan proteksionisme yang makin meningkat pada dasarnya
politis dan juga ekonomis. ”
Laissez-faire
Sekarang
Kebanyakan
negara modern industrialis sekarang tidak mewakilkan laissez-faire dalam
prinsip maupun kebijakannya, karena biasanya mereka melibatkan sejumlah besar
intervensi pemerintah dalam ekonomi. Intervensi ini termasuk upah minimum,
kesejahteraan korporasi, antitrust, nasionalisasi, dan kesejahteraan sosial diantara
bentuk lain dari intervensi pemerintah. Subsidi untuk bisnis dan agrikultur,
kepemilikan pemerintah pada beberapa industri (biasanya dalam sumber daya
alam), regulasi dari kompetisi pasar, pembatasan perdagangan dalam bentuk tarif
protektif – kuta impor – atau regulasi internal yang mengntungkan industri
domestik, dan bentuk lain favoritme pemerintah.
Menurut 2007
Index of Economic Freedom yang dikeluarkan Heritage Foundation, 7 negara dengan
ekonomi paling bebas ialah : Hong Kong, Singapura, Singapura, Australia,
Amerika Serikat dan Irlandia (semuanya merupakan bekas jajahan Britania). Hong
Kong diperingkat satu dari 12 tahun berturut-turut dalam indeks yang tujuannya
“menghitung äbsennya koersi pemerintah pada pembatasan produksi, distribusi,
atau konsumsi barang dan jasa lebih jauh dari keperluan dari penduduk untuk
memproteksi dan menetapkan kebebasan itu sendiri.”Milton Friedman memuji
pendekatan laissez faire oleh Hong Kong yang mengubah kemiskinan menjadi
kemakmuran dalam 50 tahun”.[12]
Bagaimanapun
pada konfrensi pres pada 11 September 2006, Donald Tsang, Eksekutif dari Hong
Kong berkata kalau “Non-Proteksionisme positif merupakan kebijakan yang
diusulkan oleh Mentri Keuangan sebelumnya, tetapi kita tidak pernah berkata
kalau ketia masih menggunakannya sebagai kebijakan kami yang sekarang…. Kami
lebih senang dijulukji dengan kebijakan ‘pasar-besar, pemerintah kecil’.”
Respon dalam Hong Kong terbagi secara luas, sebagian melihat sebagai pengumuman
untuk meninggalkan non-intervesionisme positif, yang lain melihatnya sebagai
respon yang lebih realistis ke kebijakan pemerintah pada beberapa tahun
terakhir, seperti intervensi pada pasar modal untuk mencegah broker.[13].






0 komentar:
Posting Komentar