Pengantin yang Sekarat di Hari Pernikahannya: Kisah
Menyentuh Kristie Mills
Sejak masa kanak-kanak, Kristie Mills menderita cystic
fibrosis, sebuah penyakit paru-paru kronis yang berakibat fatal. Meski divonis
takkan berumur panjang, pada umur 21 Kristie memutuskan menikah dengan
kekasihnya, Stuart Tancock, pada musim panas ini.
Kisah perjalanan Kristie ke gerbang pernikahan ditayangkan
dalam acara “Breathless Bride: Dying to Live”, program dokumenter yang tayang
di TLC beberapa malam lalu.
Kami mewawancara Kristie via email, karena dia tidak sanggup
diwawancara via telepon. Kristie menjawab pertanyaan kami dengan jujur,
spontan, dan emosional.
Pernikahan Kristie menggunakan "bunga palsu dan kue
pernikahan yang tidak dibuat khusus.” Tempat pernikahannya pun dipilih yang
kira-kira dapat dibatalkan sewaktu-waktu, jika Kristie merasa sangat sakit.
Ini bukan sekadar cerita tentang sebuah pernikahan. Ini
cerita tentang pernikahan yang hampir tidak dapat terwujud.
Kristie, yang tinggal di Inggris, berkenalan dengan Stuart
dua tahun lalu. Sejak saat itu, Stuart menjadi teman sekaligus motivatior untuk
Kristie. Pergi ke tempat pernikahan dan meninggalkan rumah sakit dapat
berakibat fatal, kata Kristie. Dia sudah diperkirakan akan meninggal dalam
beberapa hari jika tidak menerima donor organ tepat waktu.
"Aku rasa mereka mewujudkan permintaan
terakhirku," tulis Kristie dalam email. Malam itu dia kembali ke rumah
sakit. "Para perawat mengatakan aku akan meninggal."
Karena membutuhkan paru-paru untuk bertahan hidup, tiga
bulan sebelum menikah Kristie sudah mendaftar untuk transplantasi. Ajaibnya,
delapan hari setelah menikah, dia mendapatkan donor yang cocok.
Operasi dilakukan selama empat jam dan pemulihan awal sangat
menyakitkan. "Aku tidak pernah membayangkan rasanya akan sesakit itu. Aku
bahkan berhalusinasi dan merasa sangat tersiksa setelah menjalani
transplantasi."
Kristie tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai donor atau
keluarga donor yang menolongnya, namun dia bercerita tentang perasaan yang campur
aduk setelah menerima organ tersebut.
"Aku masih berduka [untuk keluarga pendonor] dan
berharap lebih baik aku yang mati daripada membuat mereka melakukannya.
Pendonorku memutuskan untuk menyumbangkan paru-parunya, dan keluarganya,
walaupun sedih, akhirnya menyetujuinya. Itu merupakan perbuatan yang sangat
mulia."
Kini Kristie tinggal bersama suaminya di Devon. Kristie
menuliskan pengalamannya di blog, membantu mencarikan donor baru, dan
meningkatkan kesadaran tentang penyakit cystic fibrosis dengan ceritanya
tersebut.
Meski dengan kondisi kesehatan yang tak prima, Kristie
mencoba menjadi istri yang baik. Pasangan itu menghabiskan waktu bersama ketika
sedang tidak bekerja. Mereka memasak bersama, pergi nonton ke bioskop, bahkan
panjat tebing. Kini Kristie sudah jauh lebih pulih.
Kristie juga realistis tentang kemungkinan mempunyai anak.
"Aku tidak mempunyai harapan hidup yang normal, jadi aku tidak mau punya
anak karena aku tahu aku pasti akan meninggalkannya sewaktu-waktu dan aku akan
sangat sakit. Lalu Stuart harus mengurus anakku dan aku."
Kristie menyadari besarnya bahaya melahirkan setelah
transplantasi — ditambah lagi kemungkinan menurunkan penyakit cystic fibrosis
ke anaknya. Namun dia dan suaminya ingin menjadi orangtua asuh suatu saat. Pada
saat ini, yang terpenting untuk mereka adalah pernikahannya.
"Aku menjalani pernikahan dengan sangat serius. Aku
rasa tidak banyak orang yang mengalami seperti yang kami alami. Stuarts kadang
mengatakan padaku betapa berat bebannya saat sedang bersamaku dan betapa dia
tidak sanggup melihatku menderita dan meninggal.”







0 komentar:
Posting Komentar