Integrasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam PAKEM
information and Communications Technologies (ICT) atau
dalam Bahasa Indonesia disebut dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
adalah alat-alat seperti radio, televisi, handphone dan komputer. Dalam buku
ini, kita membatasi “teknologi” untuk hanya meliputi komputer dan alat
multimedia (kamera digital, handycam dan intemet). Perkembangan teknologi yang
begitu pesat telah mengubah cara belajar di ruang-ruang kelas di setiap negara
di dunia. Saat ini para guru telah menggunakan teknologi untuk mem-bantu mereka
menghadapi tantangan yang diberikan oleh perubahan.
Pemanfaatan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) dalam dunia pendidikan, khususnya di Indonesia seringkali hanya digunakan
untuk membantu kegiatan administrasi di sekolah saja, tak ubahnya menggantikan
mesin ketik konvensional. Bahkan banyak pula sekolah-sekolah maju, yang
memiliki laboratorium komputer dengan jumlah komputer yang memadai, hanya
memanfaatkan perangkat TIK yang ada untuk mengajarkan keterampilan teknologi
informasi saja seperti pelatihan Internet, perangkat perkantoran kepada para
siswanya, tak ubahnya seperti kelas kursus komputer pada umumnya.
Seharusnya perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) dapat dimanfaatkan lebih jauh untuk meningkatkan kualitas pem-belajaran
di ruang kelas dengan cara mengintegrasikannya ke dalam kurikulum yang ada.
Penggunaan teknologi berbeda dengan maksud dari Integrasi Teknologi. Kegiatan
mengajarkan penggunaan teknologi seperti kegiatan di atas, sangat berbeda
dengan kegiatan Integrasi Teknologi dalam kegiatan pembelajaran. Integrasi
teknologi adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam wilayah
konten secara umum dalam pendidikan untuk memungkinkan mereka belajar
keterampilan komputer dan teknologi. Secara umum, kurikulumlah yang
mengendalikan penggunaan teknologi, bukan sebaliknya (Edutopia, 2008).
The International Society for Technology in Education
(ISTE) telah membuat standar teknologi untuk siswa, guru dan pengelola kelas
dasar (K-12) di Amerika. ISTE, merupakan pemimpin dalam membantu guru-guru di
sana menjadi pengguna teknologi yang efektif, mereka berpendapat bahwa
“Integrasi kurikulum dengan pemanfaatan teknologi melibatkan infusi dari teknologi
sebagai perangkat untuk meningkatkan pembelajaran dalam sebuah wilayah konten
atau dalam setting multi-disiplin. Integrasi teknologi yang efektif akan
tercapai ketika siswa mampu untuk memilih perangkat teknologi untuk membantu
mereka memperoleh informasi dengan cara yang tepat, melakukan analisa dan
sintesa informasi, serta menyajikannya secara profesional. Teknologi harus
menjadi sebuah bagian integral dari fungsi kelas seperti perangkat pengajaran
lain yang mudah untuk diakses. Fokusnya adalah pada setiap pelajaran, bukan
teknologinya (NETS, 2007).
Konstruktivisme merupakan komponen terpenting dari
integrasi teknologi. Konstruktivisme merupakan suatu pandangan mengenai
bagaimana seorang belajar, yaitu menjelaskan bagaimana manusia membangun
pemahaman dan pengetahuannya mengenai dunia sekitamya melalui pengenalan
terhadap benda-benda di sekitarnya yang direfleksikan melalui pengalamannya
(Piaget, 1967). Untuk mengimplementasikan konstruktivisme di dalam kelas, guru
harus berkeyakinan bahwa peserta didik ketika datang ke kelas otaknya tidak
kosong dengan pengetahuan. Mereka datang ke dalam situasi belajar dengan
pengetahuan, gagasan, dan pemahaman yang sudah ada dalam pikiran mereka. Jika
sesuai, pengetahuan awal inilah yang merupakan materi dasar untuk pengetahuan
baru yang akan mereka kembangkan.
Prinsip-prinsip konstruktivisme adalah:
1. Siswa membawa pengetahuan awal yang khas dan
keyakinan-keyakinan pada situasi pembelajaran.
2. Pengetahuan dibangun secara unik dan
individu/personal, dalam berbagai cara, lewat berbagai perangkat, sumbersumber,
dan konteks.
3. Belajar merupakan proses yang aktif dan reflektif.
4. Belajar adalah proses membangun. Kita dapat
mempertimbangkan keyakinan dengan mengasimilasi, mengakomodasi, atau bahkan
menolak informasi baru.
5. Interaksi sosial mengenalkan perspektif ganda pada
pembelajaran.
6. Belajar dikendalikan secara internal dan dimediasi
oleh siswa.
Dalam kelas konstruktivisme para siswa adalah bintang
dalam kelaskelas mereka yang berpusat pada siswa (learner/student centered).
Mereka mengungkap pengetahuan dan informasi pengalaman masa lalu, dari apa yang
mereka dengar dan diskusikan. Pemahaman yang mereka peroleh sebelumnya adalah
fondasi dari pembelajaran dalam kelas. Seperti detektif yang memecahkan misteri
kriminalitas, para siswa bertanggung jawab atas pemecahan masalah-masalah dalam
pelajaran. Para detektif memulai dad apa yang mereka ketahui dari berbagai
sumber — sidik jari, bukti-bukti DNA, dan saksi-saksi mata. Seperti itu pulalah
siswa temyata dalam kehidupan mereka sehari-hari telah melakukan riset
(informal maupun formal) dari berbagai sumber — artikel koran, wawancara dengan
para ahli, buku, dan video — untuk menyelesaikan masalah mereka. Seperti
seorang detektif yang memerlukan lebih dari satu barang bukti untuk memecahkan
kejahatan, para siswa dapat menggunakan beragam sarana (komputer, teks (buku),
informasi dari wawancara) sebagai pendekatan terhadap masalah pembelajaran.
Seperti seorang detektif (reserse) dari kepolisian yang bekerja dalam tim, siswa
membutuhkan kolega dan mentor atau supervisor untuk berdiskusi, melakukan
refleksi, dan berkonfrontasi untuk membantu mereka bekerja mencapai solusi.
Kalau siswa berperan sebagai detektif yang serba bisa,
maka apa yang dilakukan para guru? Pendeknya, guru berperan sebagai pemimpin
dalam pembelajaran kelas. Guru tidaklah memberikan seluruh jawaban atau
mengendalikan materi, tetapi guru menetapkan struktur yang mendorong eksplorasi
siswa. Struktur ini meliputi pengaturan kelas (setting), pencapaian tujuan kurikulum,
mengases apakah proses belajar telah terjadi di antara siswa, mengelola
aktivitas kelas yang seimbang untuk mengakomodasi keterampilan-keterampilan
siswa, dan menciptakan nuansa eksploratif di awal kegiatan sehingga siswa
termotivasi untuk memenuhi tugasnya. Guru-guru dalam kelas seperti ini
bergantung pada keterampilan bertanya yang balk, memonitor diskusi siswa, dan
menetapkan peraturan yang memberi peluang bagi siswa untuk terlibat dalam
percakapan dan kolaborasi. Mereka memberi contoh/model dalam berlogika dan
melakukan proses berpikir, mengidentifikasi dan mengungkapkan kembali pemahaman
dan keyakinan siswa, mendukung dialog antara guru dengan siswa dan antar-siswa,
serta memberi umpan balik.
Pustaka
Pakematik: Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK
0 komentar:
Posting Komentar