Asal Usul dan
Perkembangan Antropologi & Antropologi di Indonesia
A. Asal Usul
dan Perkembangan Antropologi
Antropologi
lahir dari keingintahuan manusia terhadap manusia lain. Bangsa Eropa memelopori
pengiriman ekspedisi ke berbagai negara. Perjalanan jauh tersebut didorong oleh
tujuan yang beragam, yakni murni didorong oleh rasa ingin tahu akan daerah
sekitarnya, mencari daerah jajahan, mencari bahan mentah dan pasaran hasil
industri, dan menyebarkan agama. Dari perjalanan tersebut, wawasan masyarakat (Eropa)
mengenai kehidupan di luar dirinya semakin luas. Hal tersebut menumbuhkan
kesadaran akan adanya perbedaan bentuk fisik manusia, seperti ada yang berkulit
hitam, kuning, rambut keriting,
lurus, dan sebagainya. Selain itu, terdapat
pula perbedaan bahasa, tingkat teknologi, cara
hidup, dan
adat istiadat. Mengapa manusia beragam fisik dan budaya, padahal terdiri atas
satu spesies? Hal-hal apa yang menjadi penyebabnya? Sejak kapan
manusia ada
di permukaan bumi? Mengapa terjadi perubahan fisik manusia dan perubahan
kebudayaan? Pertanyaan-pertanyaan itu telah mendorong berbagai bangsa untuk
mempelajari manusia secara lebih khusus melalui penelitian secara ilmiah. Hal
inilah yang menjadi cikal bakal ilmu Antropologi. Secara sederhana, Antropologi
adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaan. Secara lebih sistematis,
Koentjaraningrat menyusun perkembang an ilmu antropologi menjadi empat fase,
sebagai berikut.
1. Fase
Pertama: Sebelum 1800-an
Pada 1400-an,
orang Eropa Barat mulai menjelajahi berbagai penjuru dunia seperti Afrika,
Asia, Amerika, Australia, dan Selandia Baru. Hasil dari perjalanan-perjalanan
tersebut, berupa bukubuku yang menceritakan kehidupan suku bangsa di luar
bangsa Eropa. Gambaran tentang ciri-ciri fisik, adat istiadat, bahasa, mata
pencaharian,
dan kebiasaan-kebiasaan lainnya itu disebut etnografi. Etnografi berasal dari
ethnos, artinya bangsa, dan grafien, artinya gambaran atau uraian (deskripsi).
Bahan etnografi ini menarik perhatian para pelajar sehingga mereka terdorong
untuk mempelajari suku bangsa secara lebih jauh.
Secara umum,
orang Eropa sendiri menafsirkan tulisan tersebut bermacam-macam. Ada yang
menganggap orang di luar bangsa Eropa adalah manusia liar sehingga timbul
istilah bangsa primitif. Ada pula yang menganggap manusia di luar dirinya itu
adalah orangorang yang masih jujur, belum tahu kejahatan dan keburukan. Ada
pula orang Eropa yang tertarik pada benda-benda hasil suku bangsa pribumi itu
sehingga didirikanlah museum-museum.
2. Fase
Kedua: 1800-an
Pada tahap
ini, timbul karangan-karangan yang menyusun bahan Etnografi berdasarkan cara
berpikir evolusi. Mereka menganggap bahwa masyarakat dan kebudayaan berubah
secara lambat dalam waktu yang lama. Mulai dari tingkat rendah sampai tingkat
tinggi. Mereka menganggap bangsa yang termasuk tingkat rendah adalah suku-suku
pribumi yang mereka temukan, sedangkan bangsa dengan tingkat tinggi adalah
orang Eropa saat itu.
Sekitar
Antropologi Catatan-catatan perjalanan dari
tokoh-tokoh,
seperti Marcopolo, Ibnu Batutah, Columbus, dan berbagai
misi
perdagangan menjadi cikal bakal ilmu antropologi.
• Primitif
• Evolusi
• Antropologi
terapan
• Etnografi
Jejak Kata
Kesamaan dan Keragaman Budaya 3
Tujuan
mempelajari antropologi saat itu adalah mempelajari masyarakat dan kebudayaan
primitif dengan maksud untuk mendapatkan suatu gambaran tentang sejarah evolusi
dan penyebaran kebudayaan manusia.
3. Fase
Ketiga: Awal 1900-an
Negara-negara
Eropa telah menjadi bangsa penjajah di berbagai penjuru dunia. Ilmu antropologi
mempunyai kedudukan yang sangat penting, yaitu untuk mengetahui latar belakang
kehidupan dan kebudayaan penduduk pribumi. Dengan pengetahuan itu dapat disusun
strategi untuk menguasai dan memengaruhi penduduk tersebut.
Antropologi
menjadi ilmu yang praktis, yaitu mempelajari masyarakat dan kebudayaan
bangsa-bangsa di luar Eropa untuk kepentingan menjajah dan untuk memperoleh
suatu pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks.
4. Fase
Keempat: Setelah 1930-an
Pada fase
ini, terjadi perubahan besar. Bangsa-bangsa pribumi sudah banyak yang mendapat
pengaruh kebudayaan Eropa sehingga kebudayaan aslinya sudah mulai hilang.
Selain itu, akibat Perang Dunia II, timbul kebencian terhadap negara yang
menjajah. Perhatian ilmu antropologi beralih ke suku-suku yang hidup di
pedesaan di dalam wilayah negara Eropa sendiri, seperti suku bangsa Soami,
Flam, Lapp, dan sebagainya. Demikian pula di negara Amerika Serikat.
Tujuan utama
antropologi secara keilmuan adalah memperoleh pengertian tentang manusia dengan
mempelajari keragaman bentuk fisik dan kebudayaannya. Secara praktis,
antropologi bertujuan untuk mempelajari suku bangsa guna meningkatkan
kesejahteraan suku bangsa tersebut. Sejak saat itu, timbullah antropologi yang
dikhususkan untuk tujuan pembangunan, seperti Antropologi Kependudukan, Antropologi
Kesehatan, Antropologi Pendidikan, Antropologi
Ekonomi,
Antropologi Politik, dan Antropologi Perkotaan.
B.
Antropologi di Indonesia
di Indonesia,
antropologi berkembang seiring dengan kolonisasi bangsa-bangsa Eropa ke Hindia.
Watak khas suatu bangsa dan potensi kekayaan alamnya dilaporkan secara tertulis
oleh para pejabat kolonial. Berbagai laporan itu disebut etnologi. Berbagai
tulisan etnologi tersebut bermanfaat untuk mempermudah penguasaan kaum pribumi.
Keaslian masyarakat dipertahankan kemurniannya oleh kolonial. Penjagaan
kemurnian tersebut merupakan strategi agar masyarakat
setempat
tetap lemah dan mudah dikuasai. Hal ini berlangsung terus sampai Belanda angkat
kaki dari tanah air. Setelah Indonesia merdeka, antropologi tetap menempati posisi
strategis sebagai ilmu yang bermanfaat untuk menjaga ketertiban sosial. Melalui
jasa Koentjaraningrat, antropologi menjadi alat penting guna merumuskan
kebudayaan nasional.
Dalam rangka
merumuskan kebudayaan nasional tersebut, para antropolog diberi tugas untuk
meneliti berbagai watak khas masyarakat Indonesia yang majemuk. Penelitian
dilakukan untuk mengetahui sikap mental yang cocok dengan pembangunan dan
budaya yang bernilai luhur sebagai identitas bangsa, di antara nya pola makan,
waktu luang, nilai anak, seni, kekerabatan, sampai konsep sehat dan kematian.
Penelitian terlibat sebagai ciri khas antropologi sering dianggap
kurang
ilmiah. Partisipasi langsung dalam masyarakat dan menggali data melalui
wawancara langsung dengan masyarakat dianggap bias. Hal tersebut masih ditambah
perhatian antropologi terhadap kaum yang terpinggirkan akibat kesenjangan
sosial budaya. Berbagai ketimpangan tersebut berupa diskriminasi ras, ke
timpang an gender, dan kemiskinan. Antropologi sangat dekat dengan kehidupan gelandangan,
pecandu narkoba, kaum buruh, para peng huni panti jompo, penderita HIV, dan PSK
yang semakin menyudut kan posisi ilmu ini.
Belakangan
ini, banyak antropolog Indonesia melaksanakan berbagai penelitian yang dibiayai
oleh sektor swasta dan organisasi nonpemerintah, seperti bank, perusahan
transnasional, jaringan waralaba, industri otomotif, ataupun biro iklan yang
ingin mengerti bagaimana memasarkan suatu barang hasil industri
kepada
masyarakat pedalaman. Antropolog juga terlibat dalam berbagai program kampanye
politik atau pemasyarakatan berbagai program pemerintah, seperti program KB,
padi unggul, pelestarian lingkungan, dan industri pariwisata.
0 komentar:
Posting Komentar