Edema Serebri
PENDAHULUAN
Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis
terjadinya akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume
otak. Dapat terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah
substansia grisea) maupuri ekstraseluler (daerah substansia alba), yang
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.
ETIOLOGI
Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan
nonneurologis:
1. Kondisi neurologis: Stroke iskemik dan perdarahan
intraserebral, trauma kepala, tumor otak, dan infeksi otak.
2. Kondisi non neurologis: Ketoasidosis diabetikum, koma
asidosis laktat, hipertensi maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan
pada opioid, gigitan reptil tertentu, atau high altitude cerebral edema (HACE).
KLASIFIKASI
Edema otak dapat terjadi intraseluler, ekstraseluler
(interstisial), atau kombinasi keduanya. Edema sel otak (edema sitotoksik)
dapat terjadi akibat hiperosmolaritas intraseluler atau akibat hipotonisitas
ekstraseluler. Edema ekstraseluler (interstisial) terjadi akibat adanya
timbunan cairan di ruang ekstraseluler parenkim otak, yang dapat berupa edema
hidrostatik, vasogenik, osmotik, dan ekstraseluler akibat hidrosefalus.
Berbagai bentuk edema tidak selalu muncul sendiri-sendiri melainkan lebih
sering muncul bersamaan.
DIAGNOSIS
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial
dapat ditemukan tanda dan gejala berupa:
1. Nyeri kepala hebat.
2. Muntah; dapat proyektil maupun tidak.
3. Penglihatan kabur.
4. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan
terganggunya pusat vasomotor medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk
mempertahankan aliran darah otak tetap konstan pada keadaan meningkatnya
resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh darah kapiler serebral oleh
edema.
5. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi
menjadi lambat dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) yang menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi kompresi
batang otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola Cheyne-Stokes,
kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan respirasi yang ireguler, apnea,
dan kematian.
6. Gambaran papiledema pada funduskopi; ditandai dengan
batas papil yang tidak tegas, serta cup and disc ratio lebih dari 0,2.
Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak untuk
melihat etiologi dan luas edema serebri.
PENATALAKSANAAN
1. Posisi Kepala dan Leher. Posisi kepala harus netral
dan kompresi vena jugularis harus dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT)
dilakukan dengan menggunakan perekat yang kuat dan jika posisi kepala perlu
diubah harus dilakukan dengan hati-hati dan dalam waktu sesingkat mungkin.
Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan elevasi
kepala 30°.
2. Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik. Nyeri, kecemasan,
dan agitasi meningkatkan kebutuhan metabolisme otak, aliran darah otak, dan
tekanan intrakranial. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi yang tepat
diperlukan untuk pasien edema otak. Pasien yang menggunakan ventilator atau ETT
harus diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK. Obat sedasi yang sering
digunakan untuk pasien neurologi diantaranya adalah opiat, benzodiazepin, dan
propofol.
3. Ventilasi dan Oksigenasi. Keadaan hipoksia dan
hiperkapnia harus dihindari karena merupakan vasodilator serebral poten yang
menyebabkan penambahan volume darah otak sehingga terjadi peningkatan TIK,
terutama pada pasienm dengan pernicabilitas kapilcr yang abnormal. Intubasi dan
ventilasi mekanik diindikasikan jika ventilasi atau oksigenasi pada pasien
edema otak buruk.
4. Penatalaksanaan Cairan. Osmolalitas serum yang rendah
dapat menyebabkan edema sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan ini dapat
dicegah dengan pembatasan ketat pemberian cairan hipotonik (balans —200 ml).
5. Penatalaksanaan Tekanan Darah. Tekanan darah yang
ideal dipengaruhi oleh penyebab edema otak. Pada pasien stroke dan trauma,
tekanan darah harus dipelihara dengan cara menghindari kenaikan tekanan darah
tiba-tiba dan hipertensi yang sangat tinggi untuk menjaga perfusi tetap
adekuat. Tekanan perfusi serebral harus tetap terjaga di atas 60-70 mmHg
pascatrauma otak.
6. Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi. Kejang,
de-mam, dan hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang dapat memperberat
sehingga harus dicegah atau diterapi dengan baik bila sudah terjadi. Penggunaan
antikonvulsan profilaktik seringkali diterapkan dalam praktek klinis. Suhu
tubuh dan kadar glukosa darah kapiler harus tetap diukur.
Terapi Osmotik
Terapi osmotik menggunakan manitol dan salin hipertonik.
• Manitol
• Efek Ostnotik
• Efek Hemodinamik
• Efek Oxygen Free Radical Scavenging
Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti
dengan 0,25-0,5 g/kgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek mak-simum terjadi setelah 20
menit pemberian dan durasi kerjanya 4 jam.
Pernberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar
osmolalitas serum. Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan meningkatkan
risiko gagal ginjal (terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mengalami
vollyrfg depletion). Kadar osmolalitas serum tidak boleh lebih dan 320
mOsmol/L.
Salin Hipertonik
Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan
sebagai alternatif pengganti manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme
kerjanya kurang lebih sama dengan manitol, yaitu dehidrasi osmotik.
Steroid
Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik
yang menyertai tumor, peradangan, dan kelainan lain yang berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas sawar darah-otak, termasuk akibat manipulasi
pembedahan. Namun, steroid tidak berguna untuk mengatasi edema sitotoksik dan
berakibat buruk pada pasien iskemi otak.
Deksametason paling disukai karena aktivitas
mineralokorti-koidnya yang sangat rendah. Dosis awal adalah 10 mg IV atau per
oral, dilanjutkan dengan 4 mg setiap 6 jam. Dosis ini ekuivalen dengan 20 kali
lipat produksi kortisol normal yang fisiologis. Responsnya seringkali muncul
dengan cepat namun pada beberapa jenis tumor hasilnya kurang responsif. Dosis
yang lebih tinggi, hingga 90 mg/hari, dapat diberikan pada kasus yang
refrakter. Setelah penggunaan selama berapa hari, dosis steroid harus
diturunkan secara bertahap (tape* off) untuk menghindari komplikasi serius yang
mungkin timbul, yaitu edema rekuren dan supresi kelenjar adrenal.
Deksametason kini direkomendasikan untuk anak > 2
bulan penderita meningitis bakterialis. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15 mg/kg
IV setiap 6 jam pada 4 hari pertama pengobatan disertai dengan terapi
antibiotik. Dosis pertama harus diberikan sebelum atau bersamaan dengan terapi
antibiotik (lihat bab meningitis bakterialis).
Hiperventilasi
Sasaran pCO, yang diharapkan adalah 30-35 mmHg agar
menimbulkan vasokonstriksi serebral sehingga menurunkan volume darah serebral.
Barbiturat
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara
efektif pada pasien cedera kepala berat dengan hemodinamik yang stabil. Terapi
ini biasanya digunakan pada kasus yang refrakter terhadap pengobatan lain
maupun penanganan TIK dengan pembedahan.
Furosemid
Terkadang dikombinasikan dengan manitol. Terapi kombinasi
ini telah terbukti berhasil pada beberapa penelitian. Furosemid dapat
meningkatkan efek manitol, namun harus diberikan dalam dosis tinggi, sehingga
risiko terjadinya kontraksi volume melampaui manfaat yang diharapkan. Peranan
asetasolamid, penghambat karbonik anhidrase yang mengurangi produksi CSS,
terbatas pada pasien high-altitude illness dan hipertensi intrakranial benigna.
Induksi hipotermi telah digunakan sebagai intervensi
neuroproteksi pada pasien. dengan lesi serebral akut.
Pustaka
Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf
Oleh dr. George Dewanto, SpS, dr. Wita J. Suwono, SpS, dr. Budi Riyanto, SpS,
& dr. Yuda Turana, SpS






0 komentar:
Posting Komentar