Rabu, 18 April 2012

Dasar Hukum Harta Gono-gini




Dasar Hukum Harta Gono-gini

Pada dasarnya, tidak ada percampuran harta kekayaan dalam perkawinan antara suami dan istri (harta gono-gini). Konsep harta gono-gini pada awalnya berasal dari adat istiadat atau tradisi yang berkembang di Indonesia. Konsep ini kemudian didukung oleh hukum Islam dan hukum positif yang berlaku di negara kita. Sehingga, dapat dikatakan ada kemungkinan telah terjadi suatu percampuran antara kekayaan suami dan kekayaan istri (alghele gemeenschap van goederen) dalam perkawinan mereka. Percampuran harta kekayaan (harta gono-gini) ini berlaku jika pasangan tersebut tidak menentukan hal lain dalam perjanjian perkawinan.


Dasar hukum tentang harta gono gini dapat ditelusuri melalui undang-undang dan peraturan berikut.

a. UU Perkawinan pasal 35 ayat 1, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan harta gono-gini (harta bersama) adalah “Harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan”. Artinya, harta kekayaan yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan tidak disebut sebagai harta gono-gini.

b. KUHPer pasal 119, disebutkan bahwa “Sejak saat dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakon atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri”.

c. KHI pasal 85, disebutkan bahwa “Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri”. Pasal ini sudah menyebutkan adanya harta gono-gini dalam perkawinan. Dengan kata lain, KHI mendukung adanya persatuan harta dalam perkawinan (gono-gini). Meskipun sudah bersatu, tidak menutup kemungkinan adanya sejumlah harta milik masing-masing pasangan, baik suami maupun istri.

d. Pada KHI pasal 86 ayat 1 dan ayat 2, kembali dinyatakan bahwa “Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta istri karena perkawinan” (ayat 1). Pada ayat 2-nya lebih lanjut ditegaskan bahwa pada dasarnya harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya. Demikian juga sebaliknya, harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya.


  • Ramalan Hari Ini
  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Share

    Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More